15 January 2013

BLOG & MENULIS

clip_image002

Sejak kecil saya sudah suka membaca. Banyak buku anak-anak khususnya serial petualangan yang menjadi favorit saya. Bukan itu saja majalah anak-anak seperti Bobo, Ananda dan Donald Bebek juga menjadi bacaan rutin saya sebulan sekali. Kesenangan saya membaca tidak disertai dengan kemampuan saya membeli buku. Saya bukan berasal dari keluarga yang senang membaca buku. Orangtua saya contohnya, jarang sekali saya melihat mereka membaca buku. Sekali-kali membaca koran, namun jika koran langganan yang datang setiap harinya, gak selalu rutin dibaca juga ya. Makanya sejak kecil membeli buku bacaan tidak termasuk dalam pengeluaran bulanan mereka. Namun saya tidak kehilangan akal, uang jajanlah yang saya jadikan modal untuk menyewa buku. Yaaaa hanya menyewa, namun itu sudah cukup membahagiakan saya. Tidak masalah walaupun buku yang mampu saya sewa tidak sebanyak yang saya inginkan. Keterbatasan uang jajan. Berapa sih uang jajan anak sekolahan jaman dulu, tidak sebesar uang jajan anak sekolah sekarang ini kan. Yaaa maklumlah saya hidup di jaman yang beda *tsah*. Kios penyewaan buku yang jauh dari rumah dan sekolah memaksa saya berpikir lebih kreaif lagi. Mengumpulkan uang jajan sampai beberapa hari baru saya mampu untuk pergi kesana. Sekali datang saya bisa membawa pulang 5 buku sewaan. Gak cukup sih, namun tidak masalah waktu itu. Kadang 3 hari saya telah selesai membacanya. Untuk mengisi waktu luang lain biasanya saya mengulang sampai 2 kali baca per bukunya. Tragis sih, tapi waktu itu, kegiatan ini sangat meyenangkan.

Berawal dari kegiatan membaca itulah saya mulai berimajinasi. Memikirkan jika si tokoh utama dalam cerita-cerita yang saya baca itu menjalani adegan yang bertolak belakang dengan yang ada dibuku, jadinya seperti apa. Mulai membayangkan sampai otak saya penuh sendiri. Menulislah yang akhirnya menjadi pelampisan. Menjadi tong sampah otak saya. Semua hal saya tuliskan. Bukan dengan alur yang benar waktu itu, dengan apa adanya. Bukan juga dengan bahasa yang sempurna, lebih kepada bahasa anak-anak yang hanya ingin mengeluarkan sebagian isi kepalanya. Sejak itulah saya menambahkan satu hal baru dalam daftar hobby saya: menulis. Ketika pelajaran bahasa Indonesia disekolah buehhhh itu adalah saat yang saya nantikan. Bahasa Indonesia, pelajaran yang tidak jauh-jauh dari mengarang bukan. Dan saya paling suka itu. Kadang sangking banyaknya sampe-sampe saya bingung saat harus mengedit dan memasukkannya hanya dalam beberapa paragraf sesuai permintaan bu guru. Dan itu membuat saya sebel sesebel-sebelnya. Bayangkan pada hal yang paling saya sukai pun saya harus terbatasi oleh aturan. Sudahlah kita lupakan saja. Mari kita lanjutkan.

Seiring dengan bertambahnya usia *apalagi-inihhh*, saya semakin mencintai dunia tulis menulis. Namun kemudian tidak menjadikan itu sebagai cita-cita. Hanya sebatas mencintai, suka pada sesuatu. Menulis telah menjadi bagian hidup saya, memberikan warna tersendiri. Memberikan kebahagian dan kelegaan tersendiri. Selalu saja otak saya penuh dengan segala macam hal yang saya lihat dan rasa. Menuliskannya merupakan salah satu cara ajaib melapangkannya kembali. Memberi ruang kosong untuk beristirahat. Seringkali lalu lintas otak saya sangat padat sehingga saya mengalami insomnia dan gelisah. Semua itu akan hilang dengan sendirinya jika saya telah menuliskannya. Lega rasanya. Kemudian seseorang menyarankan saya untuk membagikan tulisan-tulisan itu dengan dunia maya. Well, meracuni lebih tepatnya. "Mungkin orang lain akan terbantu dengan tulisanmu", katanya.

Perbincangan dan tukar menukar ide pun berlangsung cukup lama. Sampai saya membaca tulisan teman yang meracuni pikiran saya itu di blognya. Iyaaa sodara-sodara, sementara saya berdiskusi panjang lebar berhari-hari pula dengannya, dia telah membuat blognya sendiri. Wow, ternyata dampaknya besar sekali buat orang lain. Saya pun memutuskan. Itulah hari dimana saya memberanikan diri memulainya. Memulai blog yang didalamnya tidak melulu berupa kisah nyata. Lebih sering melulu tentang apa yang saya pikirkan. Inspirasinya banyak, bisa dari buku yang saya baca, film yang saya tonton atau kejadian-kejadian hidup di depan mata. Kadang ya, hal paling sederhana buat orang lain menjadi hal besar jika sudah sampai pada otak kita. Hal-hal sehari-hari yang terjadi disekitar kita seringkali menjadi motor dari tulisan saya. Namanya juga belajar apapun bisa jadi inspirasi kan. Kemudian saya menjadi sangat rajin menulis, ditambah lagi saat ini teknologi memberikan saya banyak alternatif terbaik. Walaupun tidak semua hasil tulisan itu saya bagikan di dunia maya. Mulailah saya dengan kegiatan tambahan: menulis blog. Menyenangkan ternyata, ada semacam kepuasan batin yang saya rasakan setiap selesai upload satu entry. Blog membuat saya memiliki tanggung jawab lebih. Dibaca orang lain atau tidak rasanya itu bukan hal utama. Bisa membahagiakan diri sendiri dengan cara yang paling sederhana, itu yang lebih penting.

Well, buat kalian yang suka menulis hal remeh temeh seperti saya, blog-kan saja tulisan-tulisan itu. Siapa tahu suatu hari nanti kalian akan menemukan jalan keluar entah apapun itu. Yaaaa kita gak akan pernah tahu kan jika diluar sana ternyata ada begitu banyak orang yang membutuhkan bacaaan ringan. Atau ternyata ada orang-orang diluar sana yang tiba-tiba saja terinspirasi dari kalimat-kalimat yang kita tulis. Sudahlah jangan berpikir terlalu lama. Jika ingin menulis, menulis lah. Tidak ada hal yang tidak bermanfaat jika dimulai dengan sesuatu yang tulus dan benar. Selamat Menulis!

09 January 2013

HAPPY NEW YEAR



Kebiasaan banyak orang membuat resolusi tahunan untuk tahun yang akan datang merupakan hal yang sangat essensial, untuk sebagian orang. Mengambil kertas & pulpen, duduk dengan manis dimeja sambil merenungkan perjalanan setahun kebelakang yang penuh dengan cerita, masalah dan kejutan-kejutan menyenangkan, sedih, kecewa ahhhh semua tumplek plek jadi satu. Intinya sih merenung. Kebiasaan ini bagi beberapa orang adalah rutinitas wajib. Buat yang lainnya mungkin saja sesuatu yang tidak terlalu penting untuk dilakukan. Demikian pula saya, sejak beberapa tahun lalu saya telah berhenti membuat resolusi akhir tahun. Ya sudah berhenti. Alasannya? Hmmmm bukan karena itu sesuatu yang tidak penting. Namun buat saya lebih kepada kemampuan diri sendiri yang selalu gagal memenuhi tenggat si resolusi itu.

Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya memang biasanya tak satu pun dari point-point resolusi itu yang sukses saya raih. Bukan malas atau tidak berusaha namun lebih kepada sesuatu yang saya tulis biasanya adalah sesuatu yang terlalu jauh dari jangkauan kemampuan diri sendiri. Ya, sesuatu yang jika saya baca kembali mampu membuat saya geleng-geleng kepala sambil berpikir darimana sumber kegilaan semua point-point ini. Saya bukan tipe orang yang bisa stay sampai mati pada sesuatu. Saya butuh mencintai lebih dulu barulah bisa menikmati hasil sesuai dengan harapan. Menulis contohnya, kecintaan saya pada menulis telah tumbuh sejak kecil. Sehingga apapun yang saya lihat, rasa dan pikirkan begitu saja mengalir membentuk serangkaian kalimat yang akhirnya menghasilkan sesuatu. Sulit sekali membayangkan mengerjakan sesuatu tanpa cinta.

Menulis tanpa cinta, bekerja tanpa cinta, baca buku tanpa cinta. Well, sulit sekali membayangkannya. "Kenapa tidak membuat resousi dengan cinta?", tanya seorang teman suatu hari. Hmmmm, resolusi itu sendiri bukan sesuatu yang saya cintai. Membatasi diri dengan point-point yang harus diraih, yang wajib untuk dikerjakan. Yang kemudian, hari demi hari hanya sibuk menilai dan mencatat goalnya. Apakah ini dan itu telah tercapai dan sebagainya. Rasanya itu bukan saya banget. Itu sesuatu yang sangat orang lain. Saya cuma ingin apa yang saya kerjakan tahun ini akan meningkat atau istilah yang sering saya gunakan adalah progress di tahun berikutnya, itu saja. Bahasa sederhananya saya sudah tahu apa yang ingin saya lanjutkan dan resolusi hanya akan membuat saya tertekan. Seakan-akan kegagalan lah namanya jika hal itu tidak terwujud seratus persen. Skeptis! Terserah apapun itu panggilannya. Yang jelas resolusi itu bukan saya banget.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya saya mengakhir tahun 2012 tanpa resolusi. Yang ada dibenak saya cuma progresifitas dan apa yang perlu saya 'bangun' berikutnya. Alih-alih membuat resolusi, diakhir tahun 2012 saya malah melakukan sesuatu yang saya banget. Mengambil ipad, merancang dan mengutak-atiknya sehingga menghasilkan kartu ucapan tahun baru plus dengan foto narsis saya terpampang sebagai covernya *hehehehehehe*. Menguploadnya ke jejaring sosial, mentag teman-teman dan menikmati pujian dari sang pacar ketika kartu istimewa itu sampai padanya. Well, itu menyenangkan dan lebih membahagiakan diri sendiri dari hanya sekedar duduk diam menuliskan resolusi. Saya tidak sedang mendoktrin lho ya bahwa resolusi itu tidak ada gunanya. Resolusi tidak akan berjalan sempurna jika diterapkan pada saya. Pasti berhasil untuk orang lain.

Itulah sebabnya saya berhenti membuat resolusi akhir tahun dan memulai dengan sesuatu yang berbeda. Saya hanya berpikir tidak ada gunanya memaksakan harus melakukan hal yang jelas-jelas tidak saya cintai. Hasil itu akan bisa kita nikmati jika kita mengerjakannya dengan cinta. Apapun itu, jika melibatkan cinta didalamnya hasilnya akan selalu baik, menurut saya. Meninggalan rutinitas membuat resolusi tahunan ternyata cukup mampu membuat saya berjalan dengan lebih leluasa. Bergerak dengan lebih cepat. Dan melihat dengan lebih detail. Yang paling penting buat saya adalah melakukan sesuatu dengan tanpa tuntutan akan lebih menyenangkan. Jika beban itu bisa dibuang kenapa kita harus memaksakan diri memikulnya sambil berjalan ratusan kilometer. Selamat datang tahun 2013. Selamat datang kehidupan baru. Selamat datang cerita-cerita menyenangkan bababk seterusnya.

Selamat Tahun Baru 2013
Selamat memasuki tahun yang penuh dengan kabaikan dan mengalami progresifitas penuh dalam hidup.