Gila, saya benar-benar jatuh cinta pada novel-novel Andrei Aksana. Gaya penulisan yang khas, cara bertutur yang sangat ramah dan mengalir membuat saya bahkan tidak bisa menebak akhir dari novel itu. Hey, jangan sinis dulu dong. Ini bukan bentuk kesombongan yang perlu dibangga-banggakan tapi ini memang kenyataan bahwa sejak dulu membaca novel saya sudah bisa menebak ending-nya bahkan ketika mata saya masih sibuk menelan kalimat demi kalimat di bab 2 atau paling jauh di bab 4 novel bersangkutan.
Heran? Ya habis mo bagaimana lagi, memang saya seperti itu. Apakah lantas saya tidak bisa menikmati novel itu. Tidak dong. Menikmati novel yang saya baca -walaupun telah bisa tertebak dengan kebenaran 100%- adalah hal wajib buat saya. Ngapain juga saya baca buku jika saya tidak bisa menikmati kejadian demi kejadian yang pastinya selalu menarik.
Buat saya para penulis –siapapun itu, junior atau dedengkot dunia tulis menulis- adalah orang-orang brilian yang mampu merangkai kalimat demi kalimat untuk bercerita. Tidak banyak penulis yang dimiliki bangsa ini tapi dari yang sedikit itu saya belajar untuk menghargai mereka dengan ‘menginvestasikan’ gaji saya di toko buku setiap bulannya. Sampai ketika saya tiba dirumah dan masuk ke kamar, saya mulai sadar ternyata toko buku sebentar lagi bakal pindah ke sini. Lemari buku saya sudah sarat muatan.
Memberikan pada orang lain??? Ufh, tentu saja bukan ide cemerlang. Saya tidak akan pernah mau menghibahkan koleksi buku-buku itu pada orang lain. Pelit??? Biarin, buat saya itu salah satu wujud dari penghargaan saya secara pribadi kepada orang-orang brilian yang mampu membuat waktu kosong saya menjadi lebih indah.
Saya bahkan rela membeli buku yang sudah pernah saya baca diperpustakaan karena saya merasa buku bagus itu layak untuk dibeli. Ya, saya memang telah bergabung dengan perpustakaan daerah tempat saya tinggal dan bekerja saat ini.
Awalnya pergi ke perpustakaan hanya untuk mencari referensi atau buku-buku bacaan yang bisa membuat saya lebih mengenal kota ini. Karena saya sudah merasa nyaman, merasa menjadi bagian dari kota ini, saya pun mendatangi perpustakaan suatu hari. Begitu masuk saya sangat terkejut dibuatnya. Ternyata perpustakaan ini justru memiliki puluhan koleksi buku yang sangat ‘saya banget’.
Mulailah saya berburu dengan melihat-lihat dari dekat apa yang saya banget itu. Hasilnya? Saya benar-benar menjadi anggota perpustakaan daerah ini. Mulailah otak saya merancang segala macam rencana untuk bisa menghabiskan semua buku disana dalam tahun ini. Eh tapi yang satu ini recana apa ambisi ya….??? Jadi malu. Tidak kok akhirnya saya merelakan otak saya berpikir realitis saja. Bagaimana bisa saya melahap habis semua buku-buku disana hanya dalam 1 tahun. Memangnya saya pernah mengambil kursus membaca cepat seperti oprah winfrey yang kondang itu. Saya lebih bersikap realistis dengan ingin menikmati semua hal yang saya banget itu dengan cara yang saya banget pula. Tanpa ada target dan pemaksaan sepeti mengejar karir saja. Seperti di kantor saja. Padahal khan satu-satunya hal yang saya banget itu bisa saya temukan didunia kecil yang diberi stempel oleh ahli bahasa sebagai perpustakaan.
Saya rajin berkunjung ke tempat ini paling gak 2 hari sekali dengan misi khusus tentunya : mengembalikan buku yang telah habis saya baca dan meminjam buku lainya. Seperti orang kesurupan yang baru diperkenalkan pada dunia baca membaca, kehadiran saya selalu di sambut oleh senyum ramah para petugas. Bahkan salah satu dari mereka pernah terkejut tak karuan setelah saya datang kemarin meminjam 2 buku dan hari ini buku itu telah saya kembalikan dengan stempel telah habis dibaca semua. Hah??? Hanya itu kata pertama yang keluar dari mulut petugas wanita berseragam coklat-coklat itu.
Oke kalau kamu semua pada bingung membayangkan keindahan seragam itu, saya akan mempermudahnya. Kamu semua tau kan seragam yang biasa dikenakan orang-orang yang bekerja di pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah. Ya, itulah seragam wanita itu. Lho kok makin bingung? Ya iya memang perpustakaan itu dikelola oleh pemerintah provinsi setempat. Jadi seragam mereka pun berwarna coklat layaknya seragam pemerintah. Jelas kan! Sejak bergabung di perpustakaan ini saya jadi punya penyaluran dari stres saya selama ini. Hey, apa kamu pikir bekerja di satu perusahaan itu tidak merasakan stres. Stres tau!
Banyak hal yang bukan saya banget disana. Saya mana mungkin memaksakan hal yang saya banget di perusahaan yang bukan milik saya. Sampai akhirnya saya belajar untuk realistis dan bermain untuk menang disana. Ya begitulah, gak enaknya masih kerja mengharapkan orang mengaji kita. Semua toch harus dijalani karena ini bagian dari realita yang harus jadi bagian perjalanan hidup saya. Makanya lebih baik buat saya mencari solusi stress daripada melawannya dengan hasil stress yang lebih parah. Oh terima kasih deh.
Ditengah-tengah pencarian solusi itulah perpustakaan ini mejadi jawabannya. Jadi bisa bayangkan kan betapa wajarnya jika saya hanya perlu menghabiskan buku dalam 1 atau 2 hari saja. Kebiasaan membaca ini juga yang membuat saya jadi bisa menikamati hidup. Semakin sadar bahwa ada dunia menarik lainnya selain pekerjaan dan karir dan kantor dan deadline dan meeting dan dan lainnya.
Saya bersyukur sekali ada orang-orang seperti Andrei Aksana yang selalu bilang “Buat saya, bakat hanya 1%, selebihnya adalah kerja keras dan keringat” yang akhirnya membuat saya selalu bisa menikmati kehidupan paperwork saya. Saya tidak bisa membayangkan jika didunia ini tidak ada penulis berkualitas seperti dirinya dan penulis-penulis lainnya entah bagaimana jadinya hidup pekerja kantoran seperti saya. Pasti membosankan. Karena cafĂ© atau kehidupan malam atau hingar bingar pesta bukanlah saya banget. Makanya saya lebih sering pulang ke rumah setelah office hour dan ya ampun saya merasa bosan. Sudah stres dengan tumpukan pekerjaan di tambah dengan gak ngapa-ngapain dirumah bikin saya tambah stres.
Itu dulu, ketika saya belum menemukan orang-orang brilian yang dapat merangkai kata. Sekarang saya lebih bisa memaknai hidup. Lebih santailah. Menikmati waktu-waktu setelah bertempur di kantor dengan semangat mengejar karir. Kenapa saya lantas tidak mencoba untuk menjadi penulis saja. Hey, kamu pikir semua orang ditakdirkan untuk menjadi penulis. Lantas siapa yang bekerja di kantoran? Tidak! Saya tau diri. Saya memang suka membaca tapi saya tidak pandai menulis. Saya pandai bercerita merangkai kata saat di ruang rapat tidak diatas tuts keyboard laptop saya. Dan kalau pun lantas ada entries bermunculan di blog ini hanya sebagai penyaluran pikiran saya saja.
Tujuan saya menuangkan ini saya ingin berterima kasih untuk semua penulis yang tulisan-tulisannya telah mengubah sudut pandang saya jadi lebih menghargai hasil karya tulis mereka *yang tentunya semua terasa begitu dekat dengan saya lewat buku-buku kalian*. Ini akan saya wariskan pada generasi di bawah saya, kebiasaan membeli dan membaca buku tentunya. Dan buat teman-teman -and the gengs- perpustakaan : beli dong buku-buku yang kalian bilang bagus itu. Mentalitas gratisan itu tidak akan membuat hidup para penulis jadi lebih baik. Hasil karya harus di hargai dengan pengorbanan.
Ya udah dech Cuma mo ngomong ini doang kok. Selamat berburu buku yach.