Ma, apa kabar? Beberapa hari ini aku melihat mata mama selalu bengkak. Mama menangis? kenapa? apa karena aku. Padahal aku disini baik-baik saja. Aku bahagia. Semua serba indah. Tidak seperti sebulan lalu kala aku sedang bernafas. Aku merasa tersiksa dan tiba-tiba saja semua berhenti. Aku tidak bisa lagi merasakan kedekatan dengan mama. Aku bahkan merasa diluar kenyamanan. Sakit memang ma tapi sekarang tidak lagi. Sekarang aku senang. Mamapun harus senang.
Jangan menangis lagi mama. Aku tidak ingin melihat mama sedih terus. Airmata mama sudah terlalu banyak tumpah hanya untuk aku. Disini aku bisa bernafas dengan bebas. Hari ini saja aku berlari dengan teman-teman, bermain bersama, lamaaaa sekali. Aku kuat ma. Kakiku walaupun kecil tapi kuat jika berlari. Mama pasti kalah tanding lari sama aku. Suatu hari nanti mama pasti kuajak berlari. Rindukan waktu itu ya ma.
Jangan menyalahkan diri sendiri terus ma. Sudahlah semua sudah baik-baik saja sekarang. Mama mungkin pernah tidak menginginkan aku. Tapi aku telah memaafkan. Mama mungkin takut akan pengakiman dunia atas kehadiranku. Yang ini pun telah kumaafkan. Untuk itu aku mohon berhentilah menangis. Airmata mama sebanyak apapun yang keluar tidak mungkin bisa membawa aku kembali kesisimu. Hanya akan membuat mama tampak lebih tua.
Jangan ma, jangan menangis lagi. Aku ingin selalu melihat kecantikan wajah mama. Aku juga merindukan senyuman manis mama yang selalu tersungging waktu mama mengelusku. Mama ingat itu, waktu aku berusia 6 minggu. Mama meletakkan tangan mama tepat dipunggungku. Waktu itu aku kira sedang ada orang yang memijatku. Eh ternyata tangan mamalah yang sedang mengelus punggungku. Menenangkan aku.
Terima kasih mama. Aku memang tidak sempat menghirup udara bumi ini. Tapi aku sudah cukup bahagia memiliki mama sepertimu. Aku bangga menjadi puteri mama. Kata teman-temanku aku mewarisi kecantikan mama. Disini semua orang terpesona dengan pancaran cahaya yang keluar dari mata indahku. Semua itu kuwarisi darimu, mama. Teman-temanku mereka juga sama dengan aku. Mereka tidak diinginkan oleh mama mereka dan akhirnya dibuang.
Dua hari yang lalu aku dan temen-teman duduk ditaman yang disediaan Tuhan khusus untuk kami. Cerita kami ramai sekali ma. Seru. Semua berebutan ingin bercerita lebih dulu tentang mama masing-masing. Semua membanggakan mamanya. Akupun ingin tapi entah kenapa aku malah sedih. Didepan teman-temanku aku tak mampu berkata-kata. Padahal aku ingin. Aku ingin mereka tahu bahwa mama adalah pahlawanku.
Bagaimana bisa aku bercerita pada mereka tentang mama jika aku selalu melihat mama menangis sejak pulang dari klinik om dokter itu. Aku lupa siapa namanya. Mama bahkan tidak mau makan. Berhari-hari hanya mengurung diri dikamar. Menangis saja. Sampai-sampai mama sakit. Aku melihat wajah mama begitu kusut. Tidak seperti biasanya. Bukankah mama selalu ceria? Teman-teman mama yang bilang itu dan sekarang mereka kehilangan keceriaan mama.
Hidup harus terus berlanjut ma. Meskipun mama menyesali keputusan mama. Tidak ada yang bisa berubah. Aku tidak mungkin kembali lagi pada mama. Mama telah membuangku, menolakku. Saat itu memang menyakitkan tapi bukankah aku sudah bilang bahwa aku memaafkan mama. Aku sayang pada mama mana mungkin aku bisa marah. Disini semua orang saling memaafkan. Tanyakan saja pada teman-temanku, mereka akan sangat setuju denganku.
Mama mulai sekarang hapuslah airmatamu. Jangan menangis lagi. Jangan khawatirkan keadaanku. Disini semua keperluanku terpenuhi dengan sendirinya. Aku bahagia. Jadi mama tidak perlu menangis lagi karena aku telah memaafkan mama. Aku sayang mama lebih dari perasaan sayang mama padaku. Tuhan menjagaku dengan sangat baik sehingga aku tumbuh menjadi anak yang kuat. Mama aku merindukan kehadiran mama suatu hari nanti, menemaniku.
Dedicated to: Semua bayi malang yang menjadi korban aborsi.
gambar diambil dari istockphoto
1 comments:
:-)
Post a Comment