Jangan
memberi jika tak ingin.
Kata
orang “latihlah dirimu untuk memberi”. Buat saya memberi itu gak perlu latihan
lagi. Jika kamu ingin memberi, berilah. Jika tidak jangan lakukan. Memberi itu
selalu punya alasan, selalu memiliki tujuan yang bersembunyi dibelakangnya.
Jangan biarkan ada tuntutan yang mendahului jika ingin memberi. Lahhh sudah
seharusnya kannnn sebagai seseorang yang memiliki segala, hidup berkecukupan
bahkan lebih kita memberi? Mungin, buat kebanyakan orang berlaku prinsip itu.
Tenang, sah-sah aja kok. Namun buat saya sekalipun kita adalaha seorang
milyarder memberi itu bukan hal seharusnya *tadi*. Memberi sebuah keharusankah?
Buat saya sih gak. Memberi sebuah kewajiban kah? Gak juga. Memberi sebuah
perintah kah? Lebih gak deh. Lalu memberi itu bagaiamana, apa & mengapa?
Buat
orang seperti saya, yang hidupnya tidak pernah mau berada dalam pusaran
kebiasaan “normalnyaaa” memberi menjadi hal yang tidak wajib. Memberi bukan
untuk mendapatkan hal lain sebagai gantinya. Memberi bukan untuk diingat sepanjang
hayat & mengulangi terus-terusan seperti kaset rusak. Memberi bukan sesuatu
yang jika dilakukan tangan kanan maka tangan kiri ingin meraihnya kembali.
Memberi tidak perlu punya alasan untuk dihargai, memberi tidak perlu teori. Hukum
memberi? Saya juga gak butuh itu. Memberi versi saya adalah ketika kita melihat
lubang kosong diantara kebutuhan & ketidakberdayaan, lalu muncul dorongan
yang sangat kuat dari dasar hati tanpa perlu mengkonfirmasinya dengan
akal sehat & otak matematika kita, namun dengan segera menutupi lubang kosong
itu.
Seringkali
kita perlu alasan lah, sebab akibat lah, penjelasan detail lah, feedback lah,
lalu mulai menghitungggggg semua hal yang akan kita dapatkan setelah memberi.
Terserah sih bagaimana definisi orang lain tentang memberi. Buat saya jika
ingin memberi maka berilah. Jangan pernah menyisakan jeda waktu diantara
dorongan & logika. Seringkali nih yaaaa justru logika lah yang paling
sering berkhianat. Sementara dorongan akan selalu setia ada disana untuk
mencoba memunculkannya lain waktu. Logika itu baik, man, saya tidak sedang
mengajak kalian memusuhi logika lho. Namun jika logika selalu mendapatkan
tempat utama dalam hidup kita, coba tebak jadi manusia tanpa empati lah kita
dibuatnya.
Memberi
gak perlu status. Gak perlu nunggu "kita punya banyak lalu baru memberi". Saya
sudah lamaaaaa sekali berhenti menilai pemberian. Jika orang memberi maka akan
saya terima, tanpa menilai. Jeda diantaranya selalu akan merusak karakter. Lalu,
logika saya tempatkan di garda depan. Ya iyalah gak mungkin juga menerima
pemberian dari orang yang kita gak kenal kan. Lalu ketika giliran saya untuk memberi, logika
akan saya silent dulu untuk sementara waktu. Lalu jeng, jeng, jeng tulus akan
saya aktifkan yaaaa bahasa kerennya tulus mode on lah.
Tadi
saya sudah bilang bukan bahwa memberi gak butuh status kan. Well, mo kita anak konglomerat kek,
anak tukang becak kek, mo tabungan kita isinya berapa aja memberi gak ada
hubungannya sama semua itu. Jangan pernah memaksa diri sendiri untuk memberi
karena memberi:
Bukan
sebuah kewajiban
Bukan
sebuah keharusan
Bukan
sebuah latihan
Bukan
juga sebuah kebiasaan
Karena
memberi seharusnya dijadikan sebuah karakter & gaya hidup. Well,
jika kamu ingin memberi, gak perlu toleh kanan, kiri cukup dengan menundukkan
kepala lalu berkomunikasi dengan hati nurani, disanalah tempat tinggal dorongan
itu. Rumah terbaik bagi sebuah dorongan untuk memberi adalah yang biasa disebut
orang hati kecil, namun saya lebih sering menyebutnya hati nurani.
2 comments:
Asiikk diisi lagi blognya. Hhehehe. Keep writing kakakkk :D
Wah asik nih artikelnya, salam kenal mbak satu daerah nih ^_^
Post a Comment