Setelah ngubek-ngubek file lama taraaaa ketemu juga satu tulisan yang well, cukup menarik hati. Ahyaaa menarik hati, berasa dapat kalimat jadul. Udah berapa lama ya saya gak menggunakan istilah ini.
Akhirnya bisa menikmati hidup lagi setelah hampir 11 bulan ini dunia saya serasa roller coaster. Naik turun berdasarkan mood. Banyak tekanan yang akhirnya sukses bermunculan dalam waktu 11 bulan saja. Mulai dari masalah yang harus bisa ditoleransi sampai hal-hal sepele yang bikin kemarahan saya akhirnya naik sampai keubun-ubun. Gak tahu ya tapi saya hanya punya pendapat sendiri bahwa hidup itu tidak bisa diatur oleh orang lain apalagi jika kita tidak pernah memberikan akses bebas pada orang lain meskipun hanya sekedar untuk ‘menatanya'. Heran ada begitu banyak orang yang tiba-tiba merasa penting untuk mengatur hidup orang lain tanpa diminta. Merasa diri paling tahu apa yang seharusnya dilakukan lebih dari pada diri kita sendiri. Amaze aja ada orang-orang yang menjadikan kepala dan usaha orang lain sebagai batu pijakan untuk memanjakan ambisinya.
Bodoh bukan ketika kita membiarkan diri kita mengikuti aturan orang lain yang datang tanpa permisi dan langsung menjadi tuan tanah yang merintah-merintah seenak jidatnya. Semua orang, semua manusia punya kehendak bebas untuk menentukan apa yang ingin dikerjakan dengan kualitas yang pasti beda dengan orang lain. Belum tentu juga orang yang selalu berteriak dan membawa-bawa "baliho" 'i've been there for a long time' bisa bilang 'don't do that, i’ve tried so much times in this way and failed'. Well, let we look into this. Sejak kapan pengalaman pribadi orang yang belum kita kenal betul tiba-tiba bisa jadi pengalaman kita juga. Sejak kapan ada kejadian buruk akan terulang kembali jika kita melakukan hal yang sama, jika kita tidak belajar dari pengalamannya. Stupid, isn’t it? Saya menghargai bahkan sangat, orang-orang yang menjadikan hidupnya sebagai contoh nyata suatu perubahan atau kesuksesan. Lengkap dengan semua kegagalan yang mereka alami diwaktu lampau. Dengan catatan saya memberikannya akses untuk mereka menjadi 'mentor, guru atau yang lebih dekat dari itu. Namun akan terasa aneh jika tiba-tiba orang lain dengan percaya diri super poll masuk dalam hidup kita dan mulai mengatur bagaikan seorang majikan.
Saya jadi ingat. Seseorang pernah bercerita pada saya bahwa dia tidak akan pernah mau makan ikan lagi seumur hidup. Alasannya cukup sederhana: karena tuh orang pernah ketulangan dan sekarat waktu makan ikan dulu, kejadian itu sudah lama banget menurutnya. Sukses masuk rumah sakit dan dirawat beberapa hari disana. Lumayan berjuang lah antara hidup dan mati gara-gara tulang ikan itu nyangkut disaluran pernafasannya. Apakah itu berarti saya juga akan ketulangan jika malam ini makan ikan sementara dia lebih memilih daging ayam? Apakah itu berarti saya akan sekarat dan masuk rumah sakit karenanya? Kerdil bukan pemikiran seperti itu? Buat saya simple saja, saya tidak akan ketulangan, titik. Saya tidak akan sekarat, titik. Dan saya tidak akan masuk rumah sakit dan dirawat, titik. Why? Of course because i'm not him. I'm i and he is he. We’re different. Saya bisa menikmati makan ikan sekalipun tulangnya banyak. Saya bisa saja justru ketulangan makan daging ayam yang well sedikit lebih ramah tulang. So, tidak semua pengalaman buruk orang lain akan menjadi pengalaman buruk saya bukan.
Itulah dia selama 11 bulan ini. Coba mengatur hidup saya dengan segala macam permainan didalamnya dengan dalih "Saya tidak ingin kamu melakukan kesalahan yang sama dengan saya". Bahkan ketika saya sudah berada jauh darinya pun tetap saja intimidasti itu datang lewat handphone. Manusia tidak pernah puas itu, tetap saja ingin mempermainkan saya. Membuat saya merasa salah meninggalkan 'kehidupan' yang menurutnya nyaman. Buat dia, gak banget buat saya. Serasa hidup dipenjara iyaaaa. Bebas, itu yang saya rasakan. Saat ini hidup saya lebih tenang dari sebelumnya. Saya bisa mengeksplore apa yang saya mau. Bisa mengatur waktu untuk sesuatu yang lebih saya sukai. Dan yang lebih penting bisa menjadi diri sendiri. Biasanya jam segini, disana, saya sedang stress berat dengan semua tekanan yang dia berikan. Secara sengaja, mengada-adakan sesuatu yang sebenarnya gak penting. Tapi harus diselesaikan sekarang juga. Seakan-akan besok dunia bakal lenyap jika saya tidak menyelesaikan pekerjaan itu sekarang juga.
Saya memutuskan berhenti akhirnya dari ‘neraka’ itu. Saya salah. Benar saya salah mengambil keputusan waktu bergabung dengan mereka. Tidak punya sistem yang jelas, satu orang mengerjakan banyak pekerjaan sekaligus. Ambil saja hati si boss dan kamu akan dapatkan semua kemudahan dan kenyamanan berdekatan dengannya. Injak saja kepala dan harga diri orang lain dan kamu akan lihat promosi itu akan begitu cepat menghampirimu. Dan kemudian kamu berteriak dengan bangganya bahwa kamulah yang paling hebat disini sebab kepercayaan itu ada pada pundakmu. Namun sayang saya masih punya hati nurani. Dan saya bersyukur untuk itu. Hati nurani inilah yang terus menjagai keputusan-keputusan yang saya ambil. Hati nurani ini juga yang menjagai saya untuk tetap melihat orang lain sebagai manusia bukan mesin dan patung. Saya tidak bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apresiasi. Saya bahkan rela mengakui kesalahan yang dilakukan oleh bawahan saya ketika semua orang hanya saling menunjuk jari mencari-cari kesalahan orang lain. Yap betul saya tidak cocok dengan tempat itu.
Senin sampai sabtu saya menghabiskan 10 sampai 11 jam disana. Terkurung dalam ruangan ac bertembok tebal dan arogan. Dan minggu masih harus ditambah dengan gotong royong dan meeting yang akhirnya membuat saya merelakan waktu ke gereja dan kebersamaan dengan keluarga. Kemudian jika saya sakit karena kecapekan dan butuh waktu istirahat -bukan dokter-, saya masih harus menghadapi pemotongan gaji karena ketidakhadiran itu. Sabar, sabar *sambil mengurut dada*, hanya itu yang bisa saya lakukan. Protes aja. Sudah saya coba. Bahkan sering tapi tetap tidak ada perubahan. Capek sendiri akhirnya dan memilih diam. Saya bukan tukang gosip. Saya tidak suka menceritakan kejelekan dengan teman lainnya. Makanya saya memilih well, jalani saja sampai batas maksimal dan i'm felling so fed up, maka saya dengan sangat senang hati melepaskan semua itu. Selesai persoalan. Dan itulah yang saya lakukan saat ini. Saya melepaskan semuanya. Apa setelah melepaskan semuanya hidup jadi lebih baik? Pasti! Sekalipun entah sudah yang keberapa kalinya hari ini handphone saya berdering tetap saya diamkan.
Kamu yang memulai semua ini silahkan bereskan sendiri. Kekacauan yang terjadi saat ini bukan saya yang memulainya tapi kamu. Saya sudah membereskan semua kekacauan yang kamu buat sebelum saya melangkahkan kaki keluar dari tempat ini. Sekarang silahkan hadapi masalah ini sendiri. Selama ini kamu selalu berdiri dibelakang saya ketika saya menyelesaikan kekacauan yang kamu ciptakan. Namun sekarang grow up man. Hadapai secara laki-laki. Kamu laki-laki bukan? Tidak pantas rasanya selalu bersembunyi di belakang punggung saya. Akhirnya saya merasa tenang sekarang dan kamu….kebakaran jenggot. Selamat menikmati haha.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua orang yang telah berani mengambil keputusan paling sulit dalam hidupnya. Congratulation !!!!
0 comments:
Post a Comment