21 April 2013

KARTINI DIMATA SAYA

Hari ini dirayakan sebagai harinya Kartini. Dimana-mana nih pemandangannya sama, kebaya dan sanggul. Sebenarnya apa yang kita rayakan 21 April setiap tahunnya ya, kebaya dan sanggulnya Kartini atauuuuuu semangat perjuangannya beliau, ayoooooo. Toh kebaya & sanggul memang trendnya jaman Kartini. Dulu mana ada lagi jins dan kaos oblong dipakai wanita. Lahhhh kalo sekarang, disesuaikan lah ya sehingga kita tidak hanya sibuk pilah-pilih kebaya dan sanggul yang cucok ditambah ber-makeup ria dari subuh, lalu justru melupakan makna sesungguhnya 21 April.

Kalo buat saya nih ya yang diperjuangkan Kartini itu adalah 'kesempatan' bukan cara berpakaian kita, kaum wanita. Kartini memperjuangkan kesempatan yang tidak didapatkan oleh para wanita di jamannya. Wanita yang selalu dinomorduakan bahkan dipandang tidak berfungsi selain ditempat tidur & dapur saja. Kartini merasakan kebutuhan yang lebih besar dari hanya sekedar dua hal itu. Ada dunia di luar sana yang patut untuk dicoba. Dunia yang menawarkan informasi dan kemajuan secara intelektual. Dunia yang sebenarnya mampu membawa perubahan terhadap pola pikir dan kebebasan dari keterbatasan.

Kartini mendapati bahwa wanita Jawa saat itu terbelenggu oleh tradisi. Sementara wanita Indonesia terbelenggu dengan budaya. Keharusan melakukan ini dan itu. Tidak boleh melakukan begini dan begitu. Selalu mengatasnamakan 'kamu kan anak perempuan' dalam setiap wejangan dan nasehat. Selalu ada perbedaan yang sangat mencolok dalam setiap pengambilan keputusan. Selalu ada jurang pemisah yang cukup besar antara keinginan dan kenyataan. Selalu pada akhirnya wanita menjadi orang yang nerimo apapun keputusan yang dipilihkan untuknya. Selalu tidak berdaya menyuarakan kemauannya, karena itu dianggap tabu dan terlarang.

Kesempatan untuk maju seharusnya menjadi hak waris wanita juga. Wanita memiliki hak waris istimewa bahkan sejak lahir. Hak waris yang tidak bisa ditukar dengan apapun juga. Hak yang membuat wanita merasa sempurna dan lengkap. Ya, saya sedang membicarakan hal yang sama dengan yang kalian pikirkan. Rahim & melahirkan. Hanya semua makhluk yang berjenis kelamin wanita kan yang memiliki 'kantung' rahim dalam perutnya. Melahirkan memang hak waris wanita. Namun kesempatan untuk memilih anak seperti apa yang harus dikandung & dilahirkan kedunia ini yang tidak dimiliki para wanita di jamannya Kartini. Hak warisnya hanya sebatas kepemilikan rahim. Jenis kelamin dan lain sebagainya, menjadi milik suami dan keluarga besarnya. Paham maksud saya. Baiklah.

Kartini melihat hal-hal seperti itu sebagai keterbatasan. Kartini melihat itu sebagai belenggu. Kartini melihat itu sebagai sesuatu yang menghambat kemaksimalan kaumnya. Kartini memahami betul bahwa wanita memiliki kekuatan yang tersembunyi. Bahwa wanita pun memiliki potensi. Bahwa wanita bisa menjadi apapun yang diinginkan hatinya. Kartini melihat bahwa dunia wanita tidak hanya seluas dapur & kamar tidurnya saja. Dunia diluar sana juga membutuhkan sentuhan wanita. Kartini melihat jika sekali saja wanita menyentuh dunia maka kesempatan lebih besar akan terbuka selamanya.

Well, inilah yang saya pahami dari perjuangan Ibu kita Kartini. Jalan itu telah diretas oleh sang pioneer. Kesempatan telah terbuka lebar untuk para wanita Indonesia berkarya. Mari kita memilih dengan bijaksana apa yang bisa kita sumbangkan bagi dunia. Potensi apa yang bisa kita kembangkan untuk membuat dunia semakin berwarna. Untuk semua wanita Indonesia, selamat hari Kartini. Teruslah kobarkan semangat Kartini itu dalam hati kita.

19 April 2013

RASA

Kecewa itu bagian dari hidup. Mau tidak mau, suka tidak suka suatu saat rasa itu akan menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Setiap manusia pasti memiliki harapan, keinginan dan kemauan yang bahkan telah di setting secara sempurna dalam pikiran. Mau jadi apa, mau bagaimana, mau seperti apa, mau ini dan itu. Walaupun telah berusaha sekuat tenaga, mengerahkan kemampuan super poll ada kalanya hasil itu tidak sesuai dengan semua kesempurnaan yang selama ini tersimpan di kepala. Lantas, kecewa bukan. Ya kecewa itu namanya jika kenyataan berbanding terbalik dengan harapan. Hidup itu tidak selamanya semulus jalan tol. Yaaaa, layaknya jalan tol meskipun telah melewati serangkaian perawatan yang tersusun rapi jali. Ada waktunya mengalami kerusakan juga. Ya lubang lah, ya pecah lah, ya bopeng-bopeng lah. Sama saja dengan kenyataan, tidak akan selamanya mewujudkan harapan plek-plek seperti apa yang kita mau.

Merasakan kecewa hari ini, lalu marah dengan kondisi, lantas tidak tahu lagi apa yang bisa dilakukan dan akhirnya menangis. Itu normal. Sangat, sangat manusia. Sangat biasa. Dan sangat wajar. Namun yang tidak wajar adalah ketika kita membiarkan kecewa mengendalikan akal sehat kita. Kecewa itu kan hanya sebagian kecil dari rasa yang dimiliki setiap manusia. Datangnya pun seperti jailangkung, tak diundang. Terus pulangnya pun tak diantar hehehehehe. Tahu-tahu hilang begitu aja, ketika kita belajar untuk tulus menerimanya sebagai pembelajaran. Sementara akal sehat, otak kita adalah poros terpenting dari siklus kehidupan kita, yang menetap permanen disana. Berfungsi setiap hari selama 24 jam penuh. Masa iya sih kita rela membiarkan rasa kecewa mengendalikan akal sehat itu. Kecewa itu biasa. Saya sudah bilang itu tadi bukan. Nikmatilah rasa kecewa itu. Toh tidak setiap hari ini rasa itu mengunjungi kita.

Setiap kekecewaan selalu meninggalkan jejak yang sama. Sebuah pembelajaran. Entah itu memaafkan, entah itu lebih tulus menjalani hidup, entah itu rasa syukur, apapun lah itu sebutannya. Yang tidak biasa dan tidak normal adalah ketika kita terus membiarkan kekecewaan yang kita rasakan mengambil alih keputusan-keputusan yang kita buat berikutnya. Buat saya nih ya, adalah suatu kesalahan jika kita membiarkan rasa kecewa itu mempengaruhi hari apalagi sisa hidup kita. Membuat keputusan dengan kecewa sebagai tolak ukurnya hanya akan melahirkan kecewa-kecewa babak berikutnya. Hanya akan menciptakan ruang yang cukup besar antara kita dan keyakinan. Tidak semua orang mampu melihat sisi baik saat sedang kecewa. Hanya segelintir orang yang mampu meninggalkan rasa kecewa itu lalu meneruskan perjalanan hidupnya. Kecewa itu biasa bukan, normal bukan, dialami setiap manusia dibelahan dunia manapun bukan. Jadi bersikap biasa sajalah. Tidak perlu sampai harus merasa 'berdarah-darah' dan merasa orang paling menderita di dunia ini. Itu hanya rasa kecewa, ya, h.a.n.y.a rasa kecewa. Bagian kecil dari rasa yang seperti jailangkung, ingat kan.

Kata orang nih ya, kedewasaan seseorang dapat dilihat dari caranya merespon sesuatu. Kecewa juga termasuk didalamnya. Cara kita menanggulangi rasa kecewa itu mencerminkan telah seberapa dewasanya kita. Sejak lama saya telah meninggalkan pandangan tentang 'semakin matang usia seseorang akan semakin dewasa lah ia'. Gak ada lagi itu dalam kamus saya. Usia dan kedewasaan adalah dua hal yang berbeda. Walaupun saya setuju dengan fakta bahwa semakin lama kita malang melintang di dunia -persilatan- ini seharusnya membuat kita lebih lebih 'matang' dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Kedewasaan seseorang tidak ditentukan dari jumlah usianya. Buat saya itu lebih ditentukan oleh seberapa berkualitasnya hidup yang kita jalani selama sekian waktu. Banyak lho orang yang dewasa secara umur namun kanak-kanak secara sikap. Banyak juga orang yang dewasa secara umur namun ketika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi dalam hidupnya, kekecewaan yang dirasakan mampu membuatnya memilih jalan pintas. Tidak sedikit juga yang berakhir di RS. Jiwa & tetap disana selama sisa hidupnya. Dan sebaliknya, anak-anak kecil bisa memunculkan kualitas sikap yang dewasa ketika sesuatu yang berat terjadi dalam hidupnya.

Kecewa itu merupakan bagian dari buku kehidupan kita. Malaikat namanya jika tidak pernah kecewa. Normal kok jika sedih & menangis. Tapi toh tidak perlu sampai jejeritan menimbulkan kehebohan kan. Selama kita masih manusia dan hidup, kecewa itu akan selalu hadir. Tinggal bagaimana kita meresponinya saja. Hidup toh pilihan. Ketika kecewa hadir tinggal kitanya aja memilih untuk berdamai dengan rasa itu lalu melanjutkan hidup atau tenggelam didalamnya selama sisa hidup kita. Tidak mudah memang berdamai dengan rasa kecewa namun rasanya layak untuk dicoba kan. Hidup yang kita jalani saat ini toh milik kita, hanya kita lah yang mampu menolong diri sendiri. Orang lain??? Mereka hanya bisa memberi saran, tapi keputusan tetap ada pada kita.

06 April 2013

SILENT PLACE

Entah bagaimana menjelaskannya tempat ini telah mencuri hati saya sejak pertama kali menemukannya. Tempat yang sangat sederhana hanya dipinggir jalan yang hampir setiap hari saya lalui. Namun tidak pernah menjadi pusat perhatian. Sampai suatu hari melewatinya saat matahari sore benar-benar bersinar dengan garangnya. Cahaya itu memantulkan bias warna di air yang pada akhirnya sanggup membuat saya terpesona. Cepat-cepat saya turun dari kendaraan dan menuruni jalan setapak yang sangat tidak terawat. Hal yang terpikirkan saat itu adalah 'sampah dimana-mana jek'. Tapi itu tidak mampu menghentikan langkah saya menuju keindahan bias warna ditengah sana. ketika tiba dipinggir laut suara deburan ombak membuat saya merasa damai. Boro-boro saya mengabadikan keindahan didepan sana, saya hanya diam mematung dan menikmati angin yang menghantarkan bau laut yang tajam.

Terdiam menikmati sore hari yang tidak biasa. Saya menoleh ke kanan dan kiri mencari sesuatu yang bisa dijadikan sandaran untuk bisa menikmati keindahan itu lebih lama lagi. Aha, ada sebongkah batu yang bertengger persis di tepian air. Seakan-akan tempat itu telah dirancang khusus untuk saya *halah*. Duduk dengan mata terus memandang air, sinar matahari dan pohon kelapa. What a wonderful world, perfect. Sangat sempurna. Tiba-tiba saja tangan saya sangat malas untuk sekedar mengambil kamera. Ntar dulu lah, saya masih ingin menikmati keindahan alam yang jarang-jarang ada. Tempat ini indah. Hanya sayang tidak dirawat. Sampah dimana-mana. Kantong-kantong plastik, bungkusan-bungkusan segala macam jajanan anak-anak. Kemudian agak kesebelah sana sedikit berjejer beberapa baris tidak teratur wadah plastik air mineral gelas. Geser ke kanan dikit berjejer rapi jali sedotan plastik. Nahhhh dibelakangnya ntuhhh ada kaleng-kaleng minuman karbonat mmmm coca cola ada, pepsi ada, gogo ada, 7up ada. Yaaaa mas, mbak silahkan dipilih, dipilih. Kotor, ya kotor sekali. Belum lagi entah baju kaos siapa itu tergeletak dengan suksesnya beberapa disana.

Saya jadi berpikir, apakah penghuni pondok di ujung sana itu tidak sakit mata ya melihat semua kekacauan dunia persilatan tepat didepan matanya? Kalau saya pemilik pondok itu bisa dipastikan bahwa minimal sepanjang laut ini akan bersih. Well, pertama, saya memang cinta laut. Kedua, saya tidak bisa hidup berdampingan dengan semua benda berserakan didepan mata. Ketiga, bersih pangkal sehat sodara-sodara. Okelah yang ketiga itu pinjem quote-nya entah siapa. Saya hanya membayangkan betapa nyamannya jika duduk di sini dengan tanpa ditemani sampah. Bisa bayangkan bukan? Rasanya tidak susah ya. Baiklah, lanjutttt.

Buat saya nih ya indah itu sederhana saja. Sesederhana menemukan tempat secara tiba-tiba kemudian bahagia menikmatinya. Matahari memang garang sore ini. Dan saya tidak merasa terganggu. Saya memutuskan untuk duduk dan menikmati semua keindahan yang memang disediakan alam untuk dinikmati. Tepat didepan saya duduk agak geser ke kanan sedikit ada tiga tiang tembok berdiri dengan gagahnya. Pada tiang kedua tertambat sebuah perahu yang berayun-ayun. Seakan-akan memberi hiburan tersendiri buat saya. Menciptakan sebuah pemikiran tentang kehidupan. Sangat-sangat pribadi. Saya bisa mengerti kenapa para miliarder sanggup menghabiskan sekian banyak uangnya hanya untuk membeli sebuah pulau. Saya paham sekarang bahwa keheningan seperti ini tidak ternilai harganya. Bahwa kenyamanan menikmati keindahan alam lebih penting dari berapapun banyaknya uang yang kita miliki. Ini indah. Saat-saat dimana matahari beranjak pulang setelah puas bermain seharian. Menikmati detik-detik ketika terang berganti dengan gelap. Menikmati bunyi ombak memecah bebatuan. Well earth, this is amazing.

Sejak hari itu saya memiliki tempat untuk dikunjungi ketika saya berada di kota ini. Tempat yang mampu membuat saya melupakan sejenak 'bisingnya' kehidupan. Tempat dimana saya bisa menjadi diam dan tenang. Tempat dimana hanya ada saya, laut, sinar matahari, pohon kelapa, deburan ombak dan keheningan didalamnya.