Kecewa itu bagian dari hidup. Mau tidak mau, suka tidak suka suatu saat rasa itu akan menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Setiap manusia pasti memiliki harapan, keinginan dan kemauan yang bahkan telah di setting secara sempurna dalam pikiran. Mau jadi apa, mau bagaimana, mau seperti apa, mau ini dan itu. Walaupun telah berusaha sekuat tenaga, mengerahkan kemampuan super poll ada kalanya hasil itu tidak sesuai dengan semua kesempurnaan yang selama ini tersimpan di kepala. Lantas, kecewa bukan. Ya kecewa itu namanya jika kenyataan berbanding terbalik dengan harapan. Hidup itu tidak selamanya semulus jalan tol. Yaaaa, layaknya jalan tol meskipun telah melewati serangkaian perawatan yang tersusun rapi jali. Ada waktunya mengalami kerusakan juga. Ya lubang lah, ya pecah lah, ya bopeng-bopeng lah. Sama saja dengan kenyataan, tidak akan selamanya mewujudkan harapan plek-plek seperti apa yang kita mau.
Merasakan kecewa hari ini, lalu marah dengan kondisi, lantas tidak tahu lagi apa yang bisa dilakukan dan akhirnya menangis. Itu normal. Sangat, sangat manusia. Sangat biasa. Dan sangat wajar. Namun yang tidak wajar adalah ketika kita membiarkan kecewa mengendalikan akal sehat kita. Kecewa itu kan hanya sebagian kecil dari rasa yang dimiliki setiap manusia. Datangnya pun seperti jailangkung, tak diundang. Terus pulangnya pun tak diantar hehehehehe. Tahu-tahu hilang begitu aja, ketika kita belajar untuk tulus menerimanya sebagai pembelajaran. Sementara akal sehat, otak kita adalah poros terpenting dari siklus kehidupan kita, yang menetap permanen disana. Berfungsi setiap hari selama 24 jam penuh. Masa iya sih kita rela membiarkan rasa kecewa mengendalikan akal sehat itu. Kecewa itu biasa. Saya sudah bilang itu tadi bukan. Nikmatilah rasa kecewa itu. Toh tidak setiap hari ini rasa itu mengunjungi kita.
Setiap kekecewaan selalu meninggalkan jejak yang sama. Sebuah pembelajaran. Entah itu memaafkan, entah itu lebih tulus menjalani hidup, entah itu rasa syukur, apapun lah itu sebutannya. Yang tidak biasa dan tidak normal adalah ketika kita terus membiarkan kekecewaan yang kita rasakan mengambil alih keputusan-keputusan yang kita buat berikutnya. Buat saya nih ya, adalah suatu kesalahan jika kita membiarkan rasa kecewa itu mempengaruhi hari apalagi sisa hidup kita. Membuat keputusan dengan kecewa sebagai tolak ukurnya hanya akan melahirkan kecewa-kecewa babak berikutnya. Hanya akan menciptakan ruang yang cukup besar antara kita dan keyakinan. Tidak semua orang mampu melihat sisi baik saat sedang kecewa. Hanya segelintir orang yang mampu meninggalkan rasa kecewa itu lalu meneruskan perjalanan hidupnya. Kecewa itu biasa bukan, normal bukan, dialami setiap manusia dibelahan dunia manapun bukan. Jadi bersikap biasa sajalah. Tidak perlu sampai harus merasa 'berdarah-darah' dan merasa orang paling menderita di dunia ini. Itu hanya rasa kecewa, ya, h.a.n.y.a rasa kecewa. Bagian kecil dari rasa yang seperti jailangkung, ingat kan.
Kata orang nih ya, kedewasaan seseorang dapat dilihat dari caranya merespon sesuatu. Kecewa juga termasuk didalamnya. Cara kita menanggulangi rasa kecewa itu mencerminkan telah seberapa dewasanya kita. Sejak lama saya telah meninggalkan pandangan tentang 'semakin matang usia seseorang akan semakin dewasa lah ia'. Gak ada lagi itu dalam kamus saya. Usia dan kedewasaan adalah dua hal yang berbeda. Walaupun saya setuju dengan fakta bahwa semakin lama kita malang melintang di dunia -persilatan- ini seharusnya membuat kita lebih lebih 'matang' dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Kedewasaan seseorang tidak ditentukan dari jumlah usianya. Buat saya itu lebih ditentukan oleh seberapa berkualitasnya hidup yang kita jalani selama sekian waktu. Banyak lho orang yang dewasa secara umur namun kanak-kanak secara sikap. Banyak juga orang yang dewasa secara umur namun ketika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi dalam hidupnya, kekecewaan yang dirasakan mampu membuatnya memilih jalan pintas. Tidak sedikit juga yang berakhir di RS. Jiwa & tetap disana selama sisa hidupnya. Dan sebaliknya, anak-anak kecil bisa memunculkan kualitas sikap yang dewasa ketika sesuatu yang berat terjadi dalam hidupnya.
Kecewa itu merupakan bagian dari buku kehidupan kita. Malaikat namanya jika tidak pernah kecewa. Normal kok jika sedih & menangis. Tapi toh tidak perlu sampai jejeritan menimbulkan kehebohan kan. Selama kita masih manusia dan hidup, kecewa itu akan selalu hadir. Tinggal bagaimana kita meresponinya saja. Hidup toh pilihan. Ketika kecewa hadir tinggal kitanya aja memilih untuk berdamai dengan rasa itu lalu melanjutkan hidup atau tenggelam didalamnya selama sisa hidup kita. Tidak mudah memang berdamai dengan rasa kecewa namun rasanya layak untuk dicoba kan. Hidup yang kita jalani saat ini toh milik kita, hanya kita lah yang mampu menolong diri sendiri. Orang lain??? Mereka hanya bisa memberi saran, tapi keputusan tetap ada pada kita.
0 comments:
Post a Comment