Sedang memacu motor dengan tenangnya mata saya tertuju pada indicator bahan bakar dan danggggg bensin nyaris habis. Benar-benar sudah diujung jarum. Mengarahkan stang motor ke SPBU, mengantri sebentar dan tibalah giliran saya. Well, motor saya akhirnya minum juga. Sedang membereskan uang kembalian yang tentunya akan saya masukan ke dompet, mata saya tertumbuk pada sesuatu yang tidak biasa. Sesuatu??? Bukan, bukan, tapi seseorang. Ya seseorang yang secara penampilan lebih terlihat seperti seonggok tubuh disana. Saya mematikan mesin motor, mengurungkan niat untuk beranjak. Saya memperhatikan bapak tua yang sangat renta, sedang duduk diujung sana dengan posisi duduk yang sangat tidak nyaman. Bersandar di undakan trotoar tanpa alas kaki dan......bajunya?, ya bajunya sangat sangat lusuh. Entah dicuci atau tidak. Baju itu begitu lusuh dan usangnya. Seakan-akan sebentar lagi siap hancur. Saya mendekati si bapak tua dengan perlahan. Well ini adalah sesuatu buat saya. Sesuatu yang mampu membuat saya melupakan sejenak aktivitas rutin hari ini.
Duduk berjongkok didepan si bapak membuat saya sangat terkejut dengan pemandangan yang tidak biasa. Didepan saya saat ini duduk dengan posisi miring seseorang yang sangat tua, renta malah, mata tertutup katarak dan badan penuh dengan bekas luka. Hati saya benar-benar sedih melihat ini. Saya menghampiri si bapak tua, bertanya apa kabarnya hari ini. Apakah dia sudah makan. Untuk siapa dia rela duduk ditempat seperti ini menjadi pengemis. Pertanyaan saya tidak dijawab. Saya mengulanginya sekali lagi. Bapak tua diam saja. Diam membisu. Beberapa detik kemudian saya baru menyadari selain buta bapak tua ini juga tuli. Tertegun sekian detik akhirnya refleks saja saya memegang tangan si bapak. Kemudian ada rasa yang mengalir deras dihati kecil saya.
Dimana orang-orang yang dia cintai? Demi siapa dia melakukan semua ini? Demi siapa dia yang tidak bisa berjalan lagi rela duduk seharian ditempat ini menjadi pengemis? Untuk sesaat saja dunia rasanya tidak adil bukan? Buat beberapa orang inilah bentuk keadilan. Namun buat saya inilah bentuk ketidakpedulian. Air mata saya hampir menetes. Sambil mengelus tangan si bapak tua saya mengingatkannya untuk menyimpan uangnya sebaik mungkin. Dan saya berlalu, masih membawa sejuta pertanyaan yang belum terjawab.
Sepanjang perjalanan otak saya hanya terfokus pada pemandangan tidak biasa tadi, sult sekali mengalihkan ke hal lainnya. Untuk siapa dia melakukan semua itu? Menjadi pengemis di hari tuanya. Dengan mata penuh katarak, telinga tuli dan kaki yang sudah tidak bisa berjalan lagi. Tahukah teman, dengan menggunakan sisa tubuhnya yang masih mampu bergerak lah si bapak bisa sampai ke tempat itu. Menyeret tubuh dengan lutut berjalan di aspal yang panas dan penuh batu. Bisa dibayangkan? Seseorang menghampiri saya sesaat sebelum saya beranjak tadi dan menceritakan bagaimana dia bisa sampai ketempat itu setiap harinya.
Bukankah ini adil buat beberapa orang namun bagi saya ini bentuk ketidakpedulian. Saya tidak bisa berbuat banyak. Tapi tahukah teman bahwa tidak dibutuhkan tindakan besar untuk dapat melakukan perubahaan. Mulailah dengan tindakan kecil & sederhana. Tidak perlu menoleh kanan kiri untuk menghampiri, hanya dibutuhkan kemauan untuk bertindak. Tidak perlu menunggu apakah ada orang lain yang memulai lebih dulu, hanya dibutuhkan keinginan untuk berempati dengan kondisi orang lain.
Teman, hidup hanya satu kali. Tapi jika kita mampu mengisinya dengan tindakan kecil & sederhana saja, satu kali itu sudah cukup untuk membuatnya lebih indah. Seringkali kita menunggu kesempatan datang demi sebuah perubahan. Seringkali kita berpikir bahwa perubahan harus didahului dengan perbuatan yang besar. Buat saya sederhana saja, ketika kita memulai melakukan hal kecil, konsisten melakukannya. Hal kecil ini akan selalu membawa impact perubahan besar. Sesuatu yang besar selalunya dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Sudahkah hari ini kita berhenti sejenak memperhatikan sekeliling dan menemukan bentuk lain dari perubahan?