Sedih, marah, kecewa, itu yang saya rasakan. Dia tidak perlu bersikap pura-pura hanya untuk menjaga perasaan saya. Mungkin dia lupa bahwa saya orang dewasa yang mampu mengatasi penolakan. Saya mampu menanggulangi penolakan lebih dari pada apa yang mampu dia bayangkan. Mungkin betul sikap yang saya tunjukkan selama ini yang akhirnya mempersempit sudut pandangnya. Dan itu membuat saya ingin berteriak menghardiknya, menyuarakan teriakan protes bahwa 'saya bukan anak kecil, jadi berhentilah bersikap seperti malaikat yang berusaha melindungi perasaan saya setiap waktu'. Tapi saya tidak melakukannya. Saya memilih untuk diam disana, melawan semua perasaan protes. Terus berusaha membungkam rasa marah yang benar-benar mendesak keluar. Saya tidak ingin mengejutkan yang lainnya dengan alih-alih mengamuk disana. Hanya memperburuk keadaan. Dan saya tidak mau hal itu terjadi. Diam lebih baik daripada dianggap gila oleh orang-orang disekitar saya.
Tanpa saya sadari, pengalihan topik pembicaraan adalah pilihan yang tepat saat ini. Dan saya bersyukur untuk memilih dengan tepat. Tapi itu ternyata tidak membuat perasaan saya lebih baik, bahkan berhari-hari setelah kejadian itu. Hah! Saya pengen hilang ditelan bumi saat ini.... Berharap terjadi gempa bumi lokal yang mampu menyedot tubuh saya dan melemparkannya di kerak bumi terbawah. Aaaarrrgghh, sebel.
0 comments:
Post a Comment