16 September 2012

THEN I'LL SAY....

Walpap (136) Kehilangan itu akan selalu menjadi bagian perjalanan hidup setiap manusia. Yang hidup pasti pernah merasakan kehilangan. Perasaan yang membuat hati seperti ditusuk-tusuk, mata selalu berair sementara pikiran hanya terpusat pada satu film kehidupan berjudul "Masa-masa indah bersamanya". Perasaan yang sangat tidak nyaman. Saya rasa tidak ada satupun manusia yang bahagia ketika kehilangan itu datang menghampiri. Mau tidak mau, suka tidak suka kehilangan seringkali datang di saat yang tidak terduga.

Perasaan kehilangan pertama dan tersedih dalam perjalanan hidup saya, ketika, kehilangan seseorang yang begitu dekat beberapa tahun yang lalu. Kecelakaan mobil di tol *bloody-damned- highway* yang menewaskan 4 orang penumpangnya. Dan dia adalah orang terakhir yang meninggal, setelah sempat di rawat lebih kurang 5 jam di Rumah Sakit. Sedih dan terpukul sekali, itu pasti. Semalaman saya menangis tertahan, tidak berhenti menyadari kenyataan bahwa kepergiannya telah membawa sebagian hati saya.

Dia tidak pernah tahu bahwa saya mencintainya sebesar cinta yang dia berikan. Dia tidak pernah tahu saya selalu grogi dan deg-degan setiap kali bertemu.  Dia tidak pernah tahu bahwa saya selalu salah tingkah berada dekatnya. Dia tidak pernah tahu betapa kegugupan saya mencapai klimaks bila bersentuhan sedikit saja dengannya. Dia tidak pernah tahu bahwa saya memuja ketulusan dan kebaikan hatinya. Dia tidak pernah tahu betapa perasaan cemburu yang begitu membuncah saat dia didekati wanita-wanita yang memujanya, dan itu membuat saya muak. Dia tidak pernah tahu bahwa saya menginginkannya lebih dari apapun. Dia tidak pernah tahu bahwa saya selalu merindukannya, bahkan ketika dia baru saja beranjak pergi. Dia tidak pernah tahu bahwa sikap over protective-nya membuat saya merasa terlindungi. Dia tidak pernah tahu bahwa rencana-rencana pernikahan dan masa depan itu membuat saya bahagia, ada saya didalamnya. Dia tidak pernah tahu bahwa menjadi miliknya, selamanya, serasa mimpi yang jadi kenyataan. Dia tidak pernah tahu bahwa saya sanggup melawan apapun dimasa depan untuk mempertahankannya. Dia tidak pernah tahu bahwa saya sangat menyesal harus bertengkar di pertemuan terakhir kami. Dia tidak pernah tahu bahwa saya menyangkal tubuh yang terbaring kaku itu adalah miliknya. Dia tidak pernah tahu bahwa ketika saya menyentuh tangan dinginnya yang diam saya berharap menemukan tanda-tanda kehidupan disana. Dia tidak pernah tahu sekalipun telah menyentuh wajah kakunya penyangkalan itu terus berteriak-teriak di kepala ini. Dia tidak pernah tahu bahwa ketabahan dan ketenangan yang saya munculkan akibat dari penyangkalan atas kenyataan yang ada. Dia tidak pernah tahu bahwa saya meredam sekuat tenaga untuk tidak menangis saat pemakamannya. Dia tidak pernah tahu bahwa hidup saya 'berhenti' dengan kepergiannya, tanpa saya sadari. Dia tidak pernah tahu bahwa saya masih terus berharap dia hanya menghilang dan suatu saat akan kembali lagi. Dia tidak pernah tahu bahwa keputusan saya untuk pergi sejauh-jauhnya dari kota itu adalah pilihan terakhir. Dia tidak pernah tahu bahwa alam bawah sadar saya selalu menghadirkan ilusi-ilusi keberadaannya. Dia tidak pernah tahu bahwa saya, sampai detik ini, masih mengingat dengan baik detail-detail kebersamaan kami.

Jika waktu bisa di putar, saya akan kembali dan menghapus adegan pertengkaran *tak termaafkan* itu, menggantinya dengan adegan paling manis untuk dikenang. Tapi begitulah, penyesalan akan datang terakhir dan selalu terlambat. Tidak berada disana, bertemu dan meminta maaf untuk yang terakhir kali, itu satu lagi yang terus menghantui saya sampai saat ini. Paling tidak saya menemani, berada disisinya. Memegang tangannya. Memberikannya kekuatan jika sekalipun dia tidak 'kembali', dia bisa merasakan saya ada disana.

Sekian tahun saya hidup dengan penyesalan itu. Menyalahkan diri sendiri. Sudah bertahun-tahun tapi tetap saja tidak mudah. Maaf, maafkan saya............... Maafkan saya. Saya melarikan diri sampai ke negeri orang. Saya belum mampu kembali ke kota itu. Kamu ada disana, terbaring diam. Entah sampai kapan saya akan terus berlari seperti ini. Menghindar. Rasanya ingin sekali bertemu dia sekali lagi. Melihat wajahnya sekali lagi. Saya betul-betul ingin bersamanya sekali lagi. Dia belum pernah tahu kalau saya sangat mencintainya.

Jika boleh meminta Tuhan. Saya ingin dia ada dalam mimpi saya malam ini, mengatakan apa yang ingin dia katakan untuk yang terakhir kalinya. Tentang perasaannya, tentang hatinya. Itu sudah cukup bagi saya melanjutkan hidup dengan yang lainnya. Saya bisa merasakan cintanya. Tapi saya tidak tahu apakah itu benar. Dia tidak pernah mengatakannya. Dia hanya menunjukkan dari sikapnya. Caranya memperlakukan saya mengatakan semua itu. Saya ingin bertemu dengannya, sekali lagi.

.................You'll always be there, in a better place of my heart. I knew, I love you and it'll forever..................

0 comments: