04 October 2012

LIFE MUST GO ON

Walpap (2004) Menegadahkan kepala, memandang langit berusaha menemukan bentuk-bentuk awan. Biasanya ketika alam sedang bersahabat seperti ini, saya bisa menikmati lelucon alam. begitu banyak bentuk awan yang mampu membuat saya tersenyum. Cinta saya pada alam telah ada sejak lama, sejak saya kecil. Duduk berjam-jam ditengah lapangan luas hanya untuk menegadahkan kepala ke langit. Bersantai di hamparan batu granit, berbaring santai, menyilangkan kedua tangan di belakang kepala, menyipitkan mata sambil terkadang bersiul pelan demi memandang langit.

Saya tumbuh dengan teman yang terbatas. Masa kecil saya tidak sebaik dan seindah anak-anak lainnya. Tidak seberuntung mereka. Saya tumbuh di lingkungan yang kurang menyenangkan, secara emosional dan nyata. Beberapa kejadian bahkan mampu meninggalkan 'jejak' yang cukup dalam. Tanpa peringatan sebelumnya alih-alih saya ditinggalkan, dan tanpa kata-kata pengantar tahu-tahu datang kembali. Tidak pernah memperdengarkan kata maaf atau penyesalan. Tahu-tahu ada dan memaksa saya untuk menerima lalu melupakan semuanya. Menuntut saya menganggapnya tidak pernah terjadi. Tanpa penjelasan apapun.

Pengalaman kemudian mempertemukan saya pada langit, awan dan alam. Duduk berlama-lama memandangi awan. Membuat bentuk-bentuk imaginatif, ternyata mampu membuat saya berhasil menciptakan hidup yang lebih berwarna. Paling tidak hidup saya tidak hanya melulu sedih, kehilangan, tekanan dan kosong. Jika yang lain tidak bisa tertawa bersama, maka saya akan membuat diri sendiri menertawakan alam. Tidak! Saya tidak pernah berpikir bahwa itu gila. Saya hanya sedang mencari bentuk lain dari kebahagian. Bentuk lain dari sesuatu yang bisa meninggalkan jejak warna dalam hidup saya.

Sejak kecil saya selalu berpikir praktis "Jika orang-orang terdekat saya tidak mampu menghadirkan senyum kebahagian, itu bukan berarti saya tidak bisa menciptakannya kan". Menyesal? Dulu pernah ada penyesalan dan kemarahan akan masa kecil saya. Membentuk karakter keras dan kepribadian yang agak berbeda. Setiap pilihan yang saya buat seakan-akan hanya melulu pemberontakan. Tidak perduli masalah dasar yang memicunya ujung-ujungnya selalu terkait erat dengan pembangkangan. Pembuktian bahwa saya mampu melakukan segala hal dengan hanya mengandalkan diri sendiri. Tidak butuh bantuan, itu tabu buat saya.

Namun ketika beranjak dewasa, dengan begitu banyak pertimbangan dan pemikiran-pemikiran sadar. Saya memilih untuk berdamai dengan semua 'sampah' itu. Tidak penting seberapa buruk dan parahnya sekalipun masa lalu saya, memendam itu sama saja dengan 'menghentikan' hidup saya sendiri. Pelan-pelan membunuh diri sendiri. Saya ingin terus berjalan maju, seperti awan yang senantiasa bergerak. Melihat lebih banyak hal lagi tanpa dibebani awan-awan hitam bernama masa lalu. Belajar lebih banyak lagi untuk meletakkan makna dalam perjalanan saya. Masa lalu sejelek apapun tidak akan pernah menambah nilai masa sekarang dan masa depan.

Manusia tidak bisa hidup di dua tempat berbeda sekaligus dalam waktu bersamaan. Kaki kanan di masa lalu sementara kaki kiri sibuk menapak di masa depan. Teori yang salah bukan! Sama salahnya dengan selalu mengkristalkan masa lalu seakan-akan kita adalah korban. Percayalah, masa lalu seburuk apapun itu tidak pernah berniat menjadikan kita korban. Dalam hal apapun justru kita lah pemeran utamanya. Kita lah si pahlawan itu. Selama kita bersedia mengibarkan bendera putih, masa lalu akan mampu mengajarkan kita menjadi manusia yang lebih baik.

Pernah dengar ini? Bahwa, "Keputusan kitalah yang pada akhirnya menghindarkan kita dari persimpangan jalan yang rumit". Kenapa harus menderita lebih lama jika saat ini sebenarnya kita bisa bahagia. Kenapa harus menyiksa diri lebih lama jika sebenarnya kebebasan itu bisa dinikmati sekarang. Tidak perlu membiarkan luka itu 'berdarah-darah' terlalu lama. Apakah ada bedanya berdamai sekarang atau nanti? Jelas! Jika luka itu bisa disembuhkan sekarang, kenapa harus menunggu nanti! Sudah pernah dengar belum "Semakin lama kita berdamai dengan diri sendiri semakin kita lupa cara paling sederhana melakukannya".

Beri kesempatan diri sendiri merasa bahagia apa adanya. Hidup itu akan lebih berwarna tanpa 'sampah-sampah' dari masa lalu. Banyak ruang lowong yang nantinya akan bisa diisi dengan cerita yang lebih baik lagi. Cerita yang ketika dikenang justru mampu menarik bibir kita untuk tersenyum. Berbenahlah waktu masih sangat panjang sebelum akhirnya fajar menenggelamkan kita pada kebahagian berikutnya.

0 comments: