Sarah, lebih baik saya menyebutnya begitu. Remaja tanggung 15 tahun anak seorang pejabat daerah, cukup disegani, yang karena kekhilafan sesaat membuatnya saat ini mendekam ditempat yang tidak seharusnya. Sebelum berada ditempat ini dia menikmati masa ABGnya di sebuah sekolah negeri. Cantik, tinggi, berkulit putih, polos dan menawan. Siapapun yang melihatnya tidak akan percaya bagaimana profil sepertinya bisa melakukan tindakan kejam, yang menorehkan luka di hati orang-orang yang begitu mencintainya.
Beberapa kali saya bertemu dengannya ditempat yang sama. Tempat tidur dorong bagi pasien yang biasa kita temukan di lorong-lorong rumah sakit. Dia selalu duduk diatasnya bersila kaki sambil memperhatikan setiap pengunjung yang datang. Matanya menatapi mereka dengan tatapan yang sulit saya cerna. Mungkin penyesalan. Mungkin juga kerinduan mendalam akan rumah dan orang-orang tercinta. Papa yang belum pernah saya lihat menjenguknya atau mama yang hanya sesekali berani menampakkan diri.
Saya mengerti. Sangat mengerti reaksi orangtuanya yang merasa malu dan tertekan oleh penghakiman masyarakat karena kondisi sarah saat ini. Bukanlah suatu kebanggan jika anak perempuan tercinta saat ini dipaksa keadaan berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2A. Walaupun Sarah tidak dikurung dalam sel sebagaimana para tahanan atau tahanan titipan lainya. Tetap saja tidak mengurangi penilaian orang terhadap dirinya dan orangtua. Seringkali prasangka dan penghakimanan orang disekitar kitalah yang justru memperburuk keadaan.
Sarah dituntut 9 tahun. Saya sedih membayangkan masa depannya. Jika 9 tahun itu benar terjadi bayangkan saja bagaimana kehidupan masa remajanya berkumpul dengan narapidana dari berbagai latar belakang kriminal. Well, Walaupun ada sel khusus untuk anak-anak dibawah umur. Tetap saja saya sedih membayangkan keberadaannya disana. Berkumpul dengan anak-anak yang pastinya melakukan tindak kriminal, mungkin saja, kelas berat. Membuat hati begitu miris. Saya tidak bisa membayangkan senyum yang selalu tersungging di bibirnya akan hilang ditelan kekerasan hidup di balik terali besi.
Hari ini sekali lagi saya bertemu dengannya bukan di Lembaga Pemasyarakatan tapi di Pengadilan. Sidang putusan kasus Sarah akan menentukan masa depannya. Melihatnya turun dari mobil tahanan berjalan dengan kepala tertunduk didampingi sang adik membuat perasaan saya tak menentu. Semua mata tertuju padanya. Sejumlah kalimat tanpa sensor keluar dari mulut mereka. Menuding, menatap tajam padanya sambil berbisik seakan-akan dialah manusia paling berdosa didunia. Tanpa ampun mereka ‘menghukum’ dengan tidak memperdulikan perasaannya.
Sarah memang malakukan kesalahan yang tidak termaafkan logika. Tapi jangan lupa bahwa dia hanya ABG 15 tahun yang karena kepanikan melakukan kesalahan itu. Cobalah tanyakan padanya apakah dia bahagia saat ini? Tentu tidak! Apakah dia melakukan karena memang suka membunuh? Tidak! Jika sidang kasusnya bukan sidang tertutup semua mata bisa melihat betapa menderita dan tertekan jiwanya ketika hakim dan penuntut umum bertanya tentang kejadian siang itu. Dia sering tak mampu untuk menjawab hanya menangis. Sarah pun terluka dan tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya.
Perasaan bersalah itu telah menghajar dirinya berulangkali, menghantui tidur malamnya. Masihkah harus ditambah dengan penghakiman masyarakat. Saya tidak membelanya. Sayapun tidak menyetujui perbuatannya. Saya hanya ingin bertutur dari sudut pandang yang berbeda. Sudah terlalu banyak orang dan wartawan yang menudingnya. Mengarahkan telunjuk pada dirinya. Meneriakinya pembunuh. Saya tidak ingin menambahnya. Buat saya sarah tetap salah namun dia layak untuk mendapat kesempatan kedua. Kesempatan untuk berubah.
Ketika pintu ruang sidang terbuka. Sarah berjalan tertunduk sambil terisak. Menutupi sebagian mukanya. Berjalan cepat menghindari bidikan kamera para wartawan. Berjalan kearah mobil tahanan yang akan membawanya kembali ke Lembaga Pemasyarakatan. Hari ini sidang memutuskan 2 tahun 8 bulan padanya. Bagaimana? Entahlah saya pun tidak tahu harus lega atau merasa tidak adil. Naik banding. Ya pihak keluarga memilih banding dengan keputusan itu. Pendapat saya? Entahlah saya malah ingin dia menjadi tahanan kota atau tahanan rumah saja sehingga dia masih bisa meneruskan pendidikan.
Tuntutan 9 tahun telah menjadi 2 tahun 8 bulan adalah hal yang luar biasa bukan. Sarah dihukum karena diduga telah membunuh bayi yang baru saja dilahirkan di kamar mandi rumahnya. Saat itu dia merasa sakit perut, ingin buang air besar. Masuk kamar mandi, jongkok di kloset dan betapa terkejutnya Sarah karena bukan ‘sampah’ yang keluar tapi seorang bayi mungil yang kemudian meluncur begitu saja. Kepala bayi mengantam lantai kamar mandi. Bayi mungil itu menangis Sarah panik, berusaha berdiri mengangkat bayinya yang kemudian terjatuh kembali karena tubuhnya masih sangat lemah.
Bayi mungil itu terlempar kelantai 3 kali. Lalu diam seketika, tidak ada tangisan lagi yang keluar, bayi itu sudah meninggal. Sarah memotong tali pusar bayi dengan obeng yang tergeletak di sebelah pintu kamar mandi. Membersihkannya dan meletakkan bayi malang itu dalam kantong plastik hitam. Dia berjalan kembali ke kamarnya. Menyimpan bayi yang telah meninggal itu dalam lemari pakaian. 3 hari kemudian salah satu saudaranya mencium bau bangkai. Sarah panik. Tanpa pikir panjang kantong plastik hitam itu dibuang begitu saja diselokan depan rumahnya.
Teka-teki itupun berakhir ketika polisi menjemput Sarah dari sekolahnya. Sejak hari itu kasusnya menjadi pembicaraan banyak orang. Namun bagi saya Sarah tetaplah anak manis yang begitu polos. Saya senang ngobrol dengannya. Seringkali saya melihat tatapan kosong matanya. Dia menyesal telah membunuh bayinya. Tapi dia lebih menyesal dengan penilaian masyarakat padanya dan keluarga. Semua orang pernah melakukan kesalahan bukan? Dan ketika penyesalan muncul, buat saya alasan itu sudah cukup untuk memberinya kesempatan kedua.
Dan ketika dia selesai menjalani hukumannya berapa tahun pun itu, saya ingin menjadi orang yang menerima dia apa adanya sebagai teman. Walaupun usia kami terpaut jauh. Orang-orang seperti Sarah butuh ketulusan kita untuk bisa menerima keberadaan mereka. Tanpa mengungkit masa lalu. Tanpa embel apapun. Memberi dukungan agar dia tetap memiliki semangat menjalani hidup barunya. Tetaplah berjuang Sarah, jangan pernah takut menegakkan kepala karena hidup akan selalu memberi ruang bagi perubahan.
1 comments:
Amen! Jika Tuhan yang maha kuasa mampu mengampuni siapakah kita yg yg mau menghakimi yg lain?! Say hi to Sarah...my love for her...stand up girl. God bless
Post a Comment