Kesopanan itu mahal harganya saat ini. Di era globalisasi dan modern seperti sekarang ini, yang segala sesuatu serba instan tenyata sudah banyak orang yang menganggap sopan itu kelaut aja. Seperti kejadian barusan saat saya sedang mengantri dengan tertibnya di depan kasir sebuah swalayan besar di daerah saya. Sedang menunggu giliran untuk membayar saya iseng melihat tumpukan minuman botol di letakan berjejer rapi jali di atas rak. Saya tertarik dan berjalan melihatnya. Keranjang saya letakkan di tempat saya mengantri ditemani oleh kakak saya. Sedetik kemudian ketika saya balik lagi ke antrian, tiba-tiba ada seorang wanita muda yang berumur awal 20-an menyerobot antrian saya tanpa membawa belanjaan apapun.
Tangannya benar-benar kosong bahkan selembar kertas tanda bukti pembelian yang membutuhkan nota pun tidak ada. Saya menoel pundaknya dan menegur kelakuan super sembarangannya itu. Dia menatap saya –mundur- sambil marah-marah yang intinya seharusnya saya menaruh keranjang belanjaan saya dalam antrian. Saya menoleh kearahnya dan perdebatan mulut pun terjadi. Dia keukeh jumekeh bahwa sayalah yang salah.
Excuse me, I beg your pardon, please, bukankah seharusnya saya yang marah? Well, bagus sekali pembelaan diri yang dilakukannya padahal keranjang belanjaan dan kakak saya telah antri sekian menit disana. Tanpa minta maaf dia terus mengomeli saya. Yang akhirnya membuat kemarahan saya sampai juga diubun-ubun. Saya pun meledak dalam bahasa yang sulit ditangkap dan dicerna oleh otaknya *kale*. Karena setelah itu dia masih saja menyalahkan saya dan berbicara dengan tidak sopannya. Catat dengan tidak sopannya.
Kepada temannya yang sedang mengantri di kasir sebelah dia berbicara dalam bahasa daerah yang tidak saya mengerti. Saya mengarahkan padangan pada kakak saya yang malah disambut dengan senyum penuh arti. Dengan santai kakak saya malah tersenyum sinis sambil berkata: “Ngeladenin orang kampung kayak dia malah bikin kita ikut-ikutan jadi kampungan!”
“ …………????”
Wanita awal 20-an yang telah menyerobot antian saya tadi pergi tanpa membayar apapun dikasir. Melewati palang pintu masuk untuk berjalan keluar akibatnya separuh badannya tersangkut disana. Excuse me once again, FYI neng itu pintu buat masuk bukan keluar. Saya dan kakak menatap wanita itu dengan senyum lebar. Orang-orang disekeliling saya yang melihat kejadian penyerobotan itu pun melakukan hal yang sama, ikut tersenyum sambil berbisik-bisik.
Hare gene masih ada aja lagi orang keras kepala gak tau aturan kayak gitu. Sudah salah dengan menyerobot antrian orang. Dikasih tau malah ngotot dan marah-marah pula. Kelaut aja neng. Sekali lagi kesopanan itu sekarang ternyata mahal harganya. Lebih banyak orang orang keras kepala yang selalu menganggap dirinya benar. Padahal kesalahan itu sudah terlihat didepan mata.
Tulisan ini hanya untuk ngeluarin unek-unek aja.
0 comments:
Post a Comment