Bukankah tidak ada bedanya ada dan tidaknya saya di’rumah’ ini. Karena semua hal yang saya lakukan tidak pernah ada yang perduli. Mungkin ini adil buat orang lain.Tapi tidak untuk saya. Saya yang akan selalu dikambinghitamkan dalam setiap persoalan yang terjadi. Seakan-akan saya telah berubah wujud di mata semua orang menjadi manusia yang tidak baik. Saya telah melakukan segala yang saya harapkan dan saya pikir itu yang terbaik. Namun saya tetap tidak pernah benar. Selalu saja salah.
Jangan salahkan saya jika saya menjadi lelah dan menyerah. Mulai merasa tidak lagi nyaman berada disini. Jangan salahkan saya jika saya terlahir dengan sifat perfeksionis. Jangan salahkan saya jika saya selalu menginginkan keteraturan dan kebersihan. Dan jangan salahkan saya jika saya memutuskan untuk menikamati hidup yang saya inginkan. Mungkin saya salah tapi saya terlalu lelah untuk selalu dikondisikan ‘menerima’ dan mengalah.
Ada saatnya saya mengalah agar tidak terjadi keributan yang tidak perlu. Adakalanya juga saya menerima karena hanya itu satu-satunya alternatif yang ada. Ada kalanya saya menjalani apa yang telah dipaksakan untuk saya jalani. Ada kalanya saya memilih diam dan tidak melanjutkan pembicaraan karena saya tidak ingin membuang energi lebih banyak lagi. Namun kali ini adalah saat saya merasa jenuh dengan semua permainan ini.
Dengar ini. Dengarkan apa yang ingin saya sampaikan.
Saya juga manusia. Sama seperti manusia normal lainnya. Saya pun punya perasaan dan keinginan. Saya punya kemauan. Saya berhak untuk menentukan apa yang saya anggap bisa saya terima atau tidak. Dan saya berhak untuk membela diri saya sendiri. Saya tidak pernah merencanakan hidup untuk diri sendiri. Saya bahkan tidak sempat berfikir untuk menikmati kebahagiaan sendiri. Tidak pernah terlintas dalam benak saya untuk hidup dalam kesuksesan tanpa berbagi.
Semua orang berhak memberikan penilaian atas sikap saya. Semua orang boleh menghakimi saya. Tapi kenapa ketika saya protes dan ingin menjelaskan. Ingat! menjelaskan, bukan membela diri. Semua mata menatap tajam kearah saya. Semua mulut seenaknya mencerca saya. Saya ini manusia. Saya juga punya perasaaan. Sudah teralu lama kalian mendudukan saya dikursi pesakitan. Sampai saya tidak ingat lagi bahwa saya masih punya hak untuk memilih.
Ketika saya diam semua orang menuding saya dan mencap “tukang ngambek” di belakang punggung saya. Tahukah kalian betapa sakitnya kata-kata itu menusuk harga diri dan perasaan saya. Tahukah kalian saya memilih diam untuk menghindari konflik baru yang tidak perlu. Tahukah kalian saya memilih diam karena itulah satu-satunya pilihan yang tersisa. Dan tahukah kalian bahwa saya akan selalu memaafkan semua penyebab ‘diam’ itu.
Kalian tidak pernah tahu kenapa saya selalu menginginkan ‘rumah’ ini dalam keadaan teratur dan bersih. Agar kalian bisa betah tinggal di’rumah’ ini. Kalian tidak pernah tahu kenapa saya mengorbankan rasa sakit yang mendera selesai saya 'membersihkan’ seluruh ‘rumah’ ini. Kalian tidak pernah tahu bukan, saya rela menjalani rasa sakit di ‘saluran peranfasan’ hanya untuk memberikan kalian kenyamanan tinggal di’rumah’ ini.
Pernahkah terpikirkan sebentar saja, 1 menit saja kalian renungkan bahwa kalian selalu membela orang lain yang melakukan kesalahan dan menimpakannya pada saya. Pernakah kalian berpikir untuk memberi ruang dihati kalian untuk apa yang saya lakukan. Pernakah kalian tahu bahwa saya pun adalah bagian dari kalian. Pernahkah kalian menganggap kehadiran saya berarti bagi kalian. Pernahkan sekali saja? Pernahkah?
Tahukah kalian saya berjuang melawan rasa sakit di’saluran pernafasan’ saya untuk membersihkan ‘rumah’ sebesar ini. Jika telah bersih kalian semua menikamatinya dan kemudian melupakan saya. Jika ‘rumah’ ini kotor kalian memuji orang lain dan mengatakan saya pemalas. Membanding-bandingkan saya dengan orang lain yang lebih rajin dan berdedikasi tinggi dan mencerca saya seumur hidup kalian. Pernah terpikir sekali saja dalam hidup kalian bahwa saya pun bagian dari ‘rumah’ ini.
Saya rela mengorbankan apapun demi melihat senyum kalian. Saya sanggup melakukan apapun demi berbagi ruang sedikit saja dihati kalian. Saya ini ‘keluarga’ kalian. Tapi saya merasa bukan ‘keluarga’ jika berdepan dengan kalian. Seolah-olah saya hanya manusia tidak punya pekerajan yang menumpang hidup pada kalian. Sehingga ada atau tidaknya saya, tidak perlu mendapat perhatian lebih.Ternyata saya semalang itu bahkan dimata saya sendiri.
Saya bosan, jenuh dan lelah dengan semua ini. Saya hanya ingin menikmati hidup saya sebentar saja. Hanya sebentar. Itupun jika kalian tidak keberatan. Saya sudah biasa hidup sendiri sejak kecil. Saya sudah terbiasa berjuang untuk mendapatkan sesuatu sejak kecil. Saya sudah terbiasa dengan kesulitan hidup. Sejak kecil saya selalu berjuang sendiri tidak pernah ada tangan terulur untuk menolong. Saya telah terbiasa dengan kesendirian dan kerja keras.
Jadi jika sekali lagi saya harus melewatinya bukan masalah besar. Saya tahu cara menghadapinya. Tenang saja saya perempuan yang kuat. Badai sekuat apapun merobohkan, saya mampu bangkit kembali menata hidup saya meskipun dari awal. tenang saja. Hidup saya akan lebih baik jika saya berada jauh dari kalian. Saya punya ‘TANGAN’ yang selalu melindungi. ‘TANGAN’ itulah yang sejak saya kecil selau menampung airmata saya hingga sekarang.
Dedicated to: My beloved friend. Defeat may test you, it need not stop you. For every obstacle there is a solution. Nothing in the world can take the place of persistence but the greatest mistake is giving up. You go girl.
gambar diambil dari istockphoto
0 comments:
Post a Comment