Matahari sedang tidak bersahabat hari ini, sinarnya cukup mampu membuat saya dehidrasi hanya dalam waktu beberapa menit dari tegukan terakhir minuman tadi. Otakpun seakan terpacu untuk segera mendinginkan badan dalam ruangan tertutup nan nyaman. Walaupun tidak ber-AC namun tetap saja sangat berarti dalam keterikan siang ini.
Akhirnya saya bisa berada dalam bangunan tua yang sudah tidak layak huni ini tentunya setelah menunggu petugas administrasi yang super duper lelet menjinakkan pulpennya. Busyet deh untuk mengukir nama dan keperluan saya di atas selembar kertas saja saya harus menunggu beberapa menit. Tidak bisakah menulis lebih cepat lain kali mas, sehingga orang lain tidak perlu merasa ingin menyekolahkamu menulis cepat.
Setelah melewati petugas pintu masuk yang berhak untuk memeriksa tas tangan saya atas nama keamanan. Hei, termasuk menengok isi dompet saya. Tolong deh yang ini bukankah tidak masuk dalam birokrasi keparat ini. Yang benar saja. Saya harus merelakan kaki saya melangkah ke sebuah meja petugas kedua. Yang ini lebih gak banget deh. Semua kantong plastik kresekan saya dibuka dan diperiksa satu per satu.
Oke, saya mengerti ini tugas mereka. Tapi apakah tidak ada sedikitpun kepekaan terhadap manusia rapi jali dan super manis yang sedang berdiri didepan kalian ini. Haits. Paling tidak sedikit sopanlah ketika memeriksa barang bawaan saya. Toch setiap hari saya datang ke tempat ini. Dengan bawaan yang itu-itu saja. Makanan. Ya kantong plastik kresekan tidak akan saya gunakan untuk menyimpan dokumen maha penting, halo. Itu hanya berisi makanan yang baru saja saya beli atau dilain waktu saya bawa dari rumah. Tapi sudahlah toch berteriak sekeras mungkin untuk memprotes pemeriksaan keparat itu juga tidak akan mempengaruhi siapapun. Semuanya pasti bergeming. Percuma saja memprotes hal yang telah menjadi birokrasi lokal.
Hari ini saya berkunjung ke tempat yang ditakuti dan dijauhi sebagian besar orang. Termasuk saya dulu. Mungkin jika tidak karena ‘pembelajaran’ ini saya tidak pernah menginjakkan kaki di sini. Kotor, pengap, tertutup dari kehidupan ‘nyaman’ yang sarat perubahan dan informasi, terbelenggu dan tanpa batas waktu. Itulah sepenggal pendapat saya tentang tempat ini. Hidup yang terbiasa bebas berekspresi melakukan hal-hal tanpa batas sekarang harus dibatasi dengan ketidakadilan untuk beberapa orang dan keadilan untuk yang lainnya.
Tempat ini tidak pernah menjanjikan apa-apa termasuk pada orang-orang tidak beralasan cukup kuat untuk berada didalamnya. Tapi tetap saja menjanjikan ‘kelangsungan’ hidup bagi beberapa mulut. Tentunya dengan kalimat sehalus mungkin tapi tetap saja ‘memaksa’ tanpa alternatif bisa menolak. Orang sudah susah masih dibikin lebih susah lagi adalah slogan yang tepat untuk kondisi didalam tempat ini.
Setelah direnggut paksa kemerdekaan hidupnya sekarang harus berhadapan dengan kepailitan. Tidak bisa ditawar. Tidak bisa juga tidak dipenuhi. Haruskah membebani hidup orang-orang yang ditinggalkan dengan keterpurukan lainnya? Tidak bisakah membedakan kejahatan dan jebakan? Tidak bisakah menggunakan hati nurani untuk sebagian orang? Sudah sebegitu lupakah pada aturan-aturan yang lebih tinggi yang pasti akan dihadapi semua manusia ketika terenggut dari dunia.
Saya berjalan melewati warung kecil dan beberapa ruangan yang dipenuhi dengan manusia-manusia tidak punya otak yang telah sekian lama mengabaikan hati kecil. Sebagian dari mereka masih punya hati nurani yang tentunya tidak bisa berbuat banyak karena jauh dari otoritas. Duduk dikursi kayu lusuh menunggu kedatangan seseorang. Sambil terus berpikir dan memilih kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Saya sadar kesalahan ucap sedikit saja bisa berakibat ketidaknyamanan.
Dari kejauhan saya telah melihatnya, menggenakan celana panjang dan kaos oblong. Berjalan menuju petugas pintu, melaporkan diri dan menemui saya. Melihat wajahnya hati saya sangat bahagia tapi melihatnya ditempat ini membuat hati saya sangat-sangat miris. Tetap saja selalu berjanji dalam hati akan melakukan semua yang terbaik untuk mengembalikannya pada kehidupan, keceriaan dan semangat hidup yang dulu itu.
Saya berbincang dengannya menjelaskan semua hal yang bisa membuat bibirnya tersenyum. Mengajaknya bercerita kejadian-kejadian seru yang membanggakan hatinya. Menunjukkan perhatian yang begitu dalam atas apa yang menimpanya. Menyediakan telinga untuk mendengar penuturan tulusnya bahwa setia kawan dan tanggung jawablah yang telah membawanya berkenalan dengan tempat ini.
Tiba-tiba seorang pria berwajah kucel berkulit hitam dan menggenakan baju biru mencolek pundak saya. Berbicara tiga patah kata dan saya telah sangat mengerti. Mengucapkan beberapa kalimat lagi akhirnya saya berlalu dari tempat itu. Dengan tidak rela saya melangkahkan kaki ke pintu yang ada didepan sana. Pintu terbuka dan tertutup kembali. Saya membalikkan badan masih dengan rasa tidak rela melangkahkan kaki dengan pikiran penuh.
Walaupun telah berlalu dari sana, wajahnya masih memenuhi pikiran saya. Orang paling dekat dengan saya mempertaruhkan hidupnya hanya demi setia kawan dan rasa tanggung jawab. Dibenci dengan alasan yang tidak jelas, dijebak dengan cara yang tidak manusiawi, ditekan dengan cara yang kejam dan dibiarkan dengan tidak setia kawan dan tidak bertanggung jawab.
Saya mejadi saksi hidup untuk apa yang telah dilakukannya selama ini. Dia tidak pernah hidup untuk dirinya sendiri. Bahkan ketika orang lain berbohong mohon belas kasihannya pun tetap saja rupiah keluar dari dompetnya. Orang baik yang selalu menjadi penolong pertama yang didatangi orang-orang yang mengenalnya jika mereka dalam kesulitan. Orang yang selalu dimintai pendapat oleh orang lain untuk masalah yang mendera hidup mereka.
Orang yang selalu memberikan peluang kedua pada kesalahan orang lain. Orang yang dengan rela mematikan cita-cita dan impiannya demi orang-orang terkasih. Orang yang selalu cekatan jika melakukan banyak hal. Orang yang selalu bertindak lebih dulu untuk menyelesaikan ketidakbereskan yang dilakukan orang lain. Orang yang dalam hidupnya hanya menikmati sedikit kebahagian. Orang yang tidak pernah mencelakai hidup orang lain dengan cara apapun.
Yang dikenal oleh orang lain sebagai orang yang sangat baik dan sopan. Orang yang sangat menghormati yang lainnya bahkan yang berusia jauh lebih muda darinya. Orang yang selalu tanpa berpikir dua kali memenuhi kekurangan yang ada di depan matanya. Orang yang selama ini saya jadikan cermin untuk bertindak. Orang yang telah membuat saya berjanji pada diri sendiri akan membahagiakan hidupnya setelah ‘pembelajaran’ tahap ini selesai.
Saya akan kembali setiap hari untuk bertemu dengannya bukan sebagai kewajiban dan keharusan. Bukan hanya untuk membawakan makanan padanya. Tapi saya datang karena rasa hormat saya padanya. Karena saya sangat menghargainya sebagai seseorang yang layak mendapat tempat pertama di hati saya dan setiap orang. Karena saya selama ini telah lebih banyak menerima kebaikan hati dan ketulusannya. Karena saya telah mendapati bahwa saya sangat mencintai dan menyayanginya. Dalam hidup selanjutnya saya teramat sangat ingin membuatnya selalu tersenyum.
Satu-satunya hal yang bisa saya terima sebagai kehilangan hanya sebuah kematian. Akhir kehidupan manusia yang tidak pernah bisa dilawan oleh tangan siapapun dan usaha apapun. Hanya itu yang bisa membuat saya merelakannya. Selain itu saya tidak akan pernah diam tanpa melakukan apapun. Walaupun saat ini ada rasa kehilangan dalam hati tapi saya masih akan terus berjuang dengan tangan dan usaha. Saya percaya saya pasti menang karena saya tahu Siapa yang berada di balik usaha dan perjuangan ini.
0 comments:
Post a Comment