09 February 2009

HUJAN ITU

Edan! Hujan lebat disertai angin tak bersahabat sanggup mengintimidasi saya untuk tetap tinggal di ruangan. Saya bingung, cemas. Banyak pekerjaan luar kantor yang tertunda karena intimidasi keparat ini.

Saya pernah mengalami perubahan cuaca yang terjadi tiba-tiba. Waktu itu saya sedang duduk dipinggir laut makan jagung sepulang lembur dikantor dengan programmer software saya dari Jakarta. Tau apa yang terjadi dimalam yang membuat saya trauma itu??

Langit tiba-tiba berubah hitam pekat. Dan saya menyaksikan perubahan alam yang tidak bersahabat. Hanya dalam hitungan detik, angin kencang keparat itu telah ada diantara keindahan laut yang sedang saya nikmati. Perubahan muka saya sangat kentara pastinya. Saya takut. Ditambah lagi dengan kursi-kursi penjual jagung bakar yang berterbangan kesana-sini pasrah dihempaskan angin kencang semakin menambah suasana hati saya jadi semakin kacau. Saya kalut. Saya bahkan tidak berani untuk melangkahkan kaki menuju mobil. Ya iyalah saya takut ikutan terbang terhempas angin kencang. Kursi itu gak masalah terhempas ke trotoar atau jalan aspal itu. Tapi saya?? Ya ampun membayangkannya saja saya takut apalagi benar-benar terhempas ke dalam laut karena dorongan angin.

Saya menatap programmer saya dengan harapan penuh padanya. Dia laki-laki, kawan. Seharusnya lah dia melindugi saya, walaupun dia bukan pacar atau orang istimewa dalam hidup saya. Tapi dia tetap laki-laki yang saya harapan punya keberanian untuk melindungi saya. Ternyata?????? Dia lebih takut dari saya. Percuma saja mengharapkannya.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk melangkahkan kaki ke mobil setelah para penjual jagung memperingatkan saya untuk segera pergi dari sana. Di dalam mobil jantung saya benar-benar tinggal 1 cm dari rongganya, mau lepas, ketika tiba-tiba dengan mata kepala sendiri saya melihat air laut dihempaskan angin ke jalan aspal. Ya ampun padahal ada tembok pembatas antara jalan aspal dan laut. Pembatas itu dibuat bukan asala-asalan, haloooo. Itu telah dirancang khusus untuk mengendalikan laju hempasan air ke jalan aspal. Dan bukan hasil karya arsitek dengan IPK nasakom alias nilai satu koma. Plis deh jangan berpikir kalau arsiteknya bego getho. Tapi tetap saja tembok keras pembatas itu tidak dapat menahan hempasan air yang telah mulai tumpah ke jalan aspal. Iya jalan aspal itu jalan raya dimana kendaraan biasa lalu lalang. Dan itu adalah jalan protokol yang di sebelah sananya adalah komplek pemerintahan, berdiri dengan megahnya bangunan dan rumah dinas gubernur. Menyaksikan pemandangan tidak sedap di depan mata itu membuat nyali saya ikut-ikuan ciut.

Ya, walaupun saya tidak sampai berpikir bahwa akan ada tsunami. Saya percaya! Letak geografis kota ini tidak memungkinkan serangan tsunami. Pede banget ya. Tapi memang benar, kota ini walaupun dikelilingi laut tapi tidak berpotensi terserang badai besar atau mengamuknya air laut. Karena kota ini terletak di sebelah tenggara pulau sumatera. Tapi tetap saja saya takut dan cemas. Berlebihan malah. Ketika keberanian mulai mengalahkan logika ketakutan saya tiba-tiba bisa terkalahkan. Saya berlari kearah mobil terparkir & masuk. Saya mengendari mobil sekencang-kencangnya. Yang saya pikirkan Cuma menyelamatkan diri sendiri dan hmm, tentu saja laki-laki disebelah saya ini. Gilingan padi, ternyata dia telah menggigil ketakutan di jok sebelah saya.

Oh Tuhan maafkan hambamu ini yang tidak bisa melihat dengan jelas sebenarnya berjenis kelamin apa manusia disebelah hamba ini. Saya antar dia ke hotel dan saya langsung menyetir dengan hati-hati. Man, hati-hati tidak berarti lambat. Ngebut sambil memperhatikan sekeliling saya, sapa tau ada batang pohon segede bagong jatuh di lintasan jalan saya atau tragisnya malah menimpa mobil yang saya kendarai. Bisa langsung ketemu rumah sakit saya. Sampai dirumah angin sudah semakin kencang dan awan diatas sana sudah semakin pekat. Ketakutan saya semakin menjadi-jadi waktu saya merasakan hembusan angin yang semakin kencang. Saat itu lah saya melihat beberapa benda terpelanting kearah saya. Dan membuat saya tidak berani untuk bergerak. Ketakutan itu muncul lagi, seakan-akan mengejar saya. Saya ingin menangis. Hey, saya perempuan, pantas toch kalau menangis. Tiba-tiba entah kekuatan dari mana yang membuat saya sadar bahwa tetap berdiri mematung disitu bisa berakibat fatal.

Akhirnya saya tutup pagar rumah dan bergegas masuk. Dari dalam rumah saya mendengar suara angin yang menakutkan tapi perasaan saya sudah tidak setakut ketika masih berada di luar rumah. Saya naik ke tingkat atas rumah saya, menuju kamar saya, berjalan kearah jendela dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Jantung saya hampir berhenti seketika. Semua benda yang ada diteras luar kamar saya telah berterbangan ke udara. Seperti ada pesulap sedang mentas disana. Beberapa barang ringan berputar-putar di udara. Pohon-pohon doyong kekiri seakan-akan dahan-dahannya akan menyentuh tanah. Saya takut, kalut, galau dan mulai terserang panik berlebihan. Tapi saya tetap berdiri didepan jendela kamar yang tertutup. Ya iya lah hanya orang sinting yang akan membuka jendela saat angin kencang seperti itu. Saya berdiri disana sampai angin mulai reda. Dan segala sesuatu kembali normal. Pekatnya awan sudah mulai tergantikan dengan suasana malam yang tenang, seperti biasanya. Terucap kalimat syukur dari bibir saya. Sambil terus memadang akibat kekacauan diluar sana.

Sejak itu saya trauma hujan yang disertai angin kencang seperti yang terjadi beberapa minggu ini. Setiap kali itu terjadi hati saya langsung ciut. Saya tidak nyaman mendengar suara angin bergemuruh. Seakan-akan angin ingin menelan semua yang ada di depan saya seperti siang kemarin. Hujan yang disertai angin dan petir yang bunyinya sanggup mengintimidasi saya dengan perasaan yang sangat tidak nyaman. Rasanya ingin lari bersembunyi di ruang bawah tanah yang digali 20 km kedalamannya agar tidak perlu mendengar suara angin keparat itu.

Sumpah saya takut sekali. Karena perasaan aneh yang membakar habis keberanian saya selalu muncul saat itu, saat sepeti kemarin itu. Kejadian ini semakin sering terjadi belakangan ini, hanya sebentar tapi cukup membuat saya berpikir ribuan kali untuk keluar ruangan kantor setelahnya. Walaupun hujan telah reda, petir telah hilang sama sekali dan angin telah bersahabat kembali. Bahkan alam telah berdamai dengan keadaan tapi saya tetap takut.

Grrrr…. Kenapa sih harus merasa takut. Bikin susah saja. Kenapa pula harus trauma hanya karena angin kencang. Bikin pusing saja. Tapi itulah, saya tidak bisa menghindar. Seberani-beraninya saya dikenal dikalangan teman-teman, saya tetaplah manusia yang bisa merasa takut. Bukan takut mati. Itu sudah ada yang mengatur. Saya takut angin memutar-mutar tubuh saya pada pusarannya dan menghempaskan saya kedalam laut. Saya gak bisa berenang, tau, dan itu pasti menyakitkan.

Arhhh….. Saya Cuma bisa beharap alam dan cuaca akan lebih bersahabt hari ini dan seterusnya. Saya merindukan musim panas. Walaupun panasnya menyengat sekali biarkan saja. Saya suka musim dimana angin tidak punya hak mengintimidasi saya. Biar saja badan saya penuh dengan keringat. Yang penting saya tak perlu merasa tak nyaman dengan alam. Saya sangat merindukan musim panas.

0 comments: